Tabloid-DESA.com Kopi bukanlah sekadar minuman berkafein, kopi telah menjadi budaya. Begitulah menurut laporan yang dituliskan majalah National Geographic edisi Januari 2005, bahwasanya betapa kopi telah menggerakkan manusia di abad modern, yang bikin orang-orang melek, siang maupun malam, di desa maupun di kota. Perilaku minum kopi (ngopi) telah menggelindingkan sejarah serta memberi bentuk keberlangsungan budaya kita sekarang.
Dalam konstruksi budaya kopi itu, Indonesia ternyata bisa bicara banyak. Di berbagai kedai kopi di kota-kota dunia, tertulis menu kopi Sumatera sekelas dengan kopi espresso Brazilia yang terkenal itu. Kopi Sumatera yang terkenal itu adalah kopi Gayo asal Aceh yang berjaya di Amerika dan kopi Toraja yang terkenal di negeri matahari, Jepang.
Lalu bagaimana dengan kopi Sumatera Selatan?
Sumatera Selatan telah diketahui sebagai salah satu provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia dan dahulu sempat menjadi primadona pada saat zaman VOC berkuasa. Tepatnya di sebuah daerah penghasil kopi jenis robusta di Dataran Tinggi Besemah yang mencakup beberapa kabupaten, seperti Muara Enim, Lahat, dan Empat Lawang. Dari puluhan ribu hektar perkebunan kopi inilah terhimpun sebesar 139.754 ton atau setara 30% dari keseluruhan produksi kopi nasional pada tahun 2015. Tingginya kapasitas produksi Kopi Sumsel berhasil mencuatkan namanya sebagai komoditas yang wajib diperhitungkan di negeri ini.
Sayang, meskipun dianugerahi sebagai produsen kopi terbesar di Indonesia dan telah menjadi komoditas pasar dalam negeri, tapi tak seperti kopi Gayo dan kopi Toraja, Kopi Sumsel tak punya nama untuk bisa diekspor ke luar negeri; kopi asal Sumatera Selatan acapkali dipandang sebelah mata.
Padahal status kepemilikan lahan kopi yang nyaris 100% dipunyai rakyat seharusnya dapat meraup keuntungan berlipat dari hasil panen dan perdagangan yang umumnya berlangsung hanya setahun sekali; sebuah kesempatan bagus untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Masalah yang dihadapi oleh para Petani Kopi Sumsel sendiri sebenarnya cukup klasik. Dimulai dari rendahnya kualitas kopi di tingkat petani kendali pasar dalam penentuan harga dan pendistribusian kopi, hingga berujung pada hilangnya identitas asal kopi karena diklaim oleh daerah penghasil kopi lainnya.
Rendahnya kualitas terutama karena kurangnya pengetahuan dalam memproses biji kopi. Biji kopi yang dipanen asal-asalan dan pasca panen yang serampangan sehingga mendapat julukan kopi aspal atau kopi karet ban yang menghambat perkembangan kopi asal Sumatera Selatan
Padahal, menurut Pusat Kajian Sosial Ekonomi Kebijakan Pertanian dan Pedesaan, Litbang Kementerian Pertanian Republik Indonesia, salah satu syarat yang harus ‘ditembus’ untuk dapat berkecimpung dalam perdagangan Internasional adalah kualitas komoditi yang diproduksi sesuai dengan prosedur Good Agriculture Practice (GAP)
GAP adalah penerapan sistem proses produksi pertanian yang menggunakan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga produk panen berkualitas bagus (pengolahan biji kopi yang baik mulai dari pemetikan hingga proses pengeringan), dan tak lupa memperhatikan kesejahteraan pekerja dan memberikan keuntungan ekonomi bagi petani.
Memperbaiki Citra Kopi Sumsel
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel berusaha menjadi kopi sebagai salah satu bagian dari wisata kuliner mulai dari tahun 2017 ini. Hal ini sudah dipersiapkan lewat beberapa event yang diadakan dari pertengahan hingga penghujung tahun 2016 lalu.
Misalnya, event South Sumatera Coffee Trips (Wisata Kopi Sumatera Selatan) yaitu kegiatan mengunjungi tiga tempat utama penghasil kopi (Lahat, Muara Enim, Pagar Alam) yang diadakan pada 17 Oktober 2016 lalu oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Sumatera Selatan. Tujuannya, mensosialisasikan produk kopi Sumsel kepada wisatawan.
Wakil Gubernur Sumsel, Ishak Mekki yang melepas langsung rombongan mengatakan harapannya akan kopi Sumsel dapat dikenal karena mempunyai rasa dan aroma yang tidak kalah dengan kopi dari luar negeri. “Sumsel merupakan penghasil kopi. Jadi disosialisasikan, bahwa kopi sumsel juga sama baiknya, dan aromanya lebih baik. Ini disosialisasikan, supaya kopi Sumsel ini masuk di pasaran internasional,” katanya
Dia mengharapkan, dengan kegiatan semacam ini akan lebih mengingatkan kepada para petani kopi di Sumatera Selatan. Untuk terus menjaga kualitas kopi yang diproduksinya. Seperti diketahui salah satu kopi yang menjadi andalan Sumsel adalah kopi semendo, kopi yang berasal dari dataran tinggi di Sumsel ini memang memiliki aroma yang kuat bagi penikmat kopi.
Selanjutnya Pemerintah Provinsi Sumatera melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumsel bersama penggiat seni budaya pariwisata di Sumsel menggelar Festival Kopi di Kampung Al –Munawar, Kota Palembang pada 29 Desember 2016 lalu dan acara ini berlangsung sangat sukses.
Yang terakhir pada 16 Desember 2016 lalu, Pemprov juga mengadakan satu acara yaitu Wisata Halal 2017, yang mana kopi dijadikan produk unggulan untuk kuliner. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemprov Sumsel untuk memajukan kopi asli daerahnya, dan merealisasikan harapan agar kopi Sumsel dapat bersaing di pasar Internasional.