Tabloid-DESA.com – Puasa selama 30 hari saat Ramadhan, justru lebih meningkatkan semangat kerja dalam prosesi ibadah. Selain tidak disibukkan oleh jadwal istirahat santap siang, Ramadhan memberi semangat dan nilai tambah yang berkelanjutan.
Ziarah, Tradisi Jelang Ramadhan
Sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia banyak memiliki tradisi yang hingga kini terus dilakukan. Seperti ziarah kubro atau dalam bahasa indonesianya yang berarti ziarah besar untuk mengunjungi makan-makan para wali dan aulia. Ribuan orang masyarakat Palembang yang berasal dari berbagai tempat di Palembang, akan melakukan pawai. Mereka menggunakan gamis atau baju putih, serta membawa berbagai atribut muslim lainnya.
Pawai ini, bukan sebuah ritual peribadan biasa tetapi sebuah tradisi yangtelah mengakar sejak zaman dahulu dan rutin setiap tahunnya. Para ulama, kiai, dan umat Islam terutama bagi kaum Alawiyyin maupun muhibbin yang bermukim di kota Palembang. Acara ini juga melibatkan keluarga Kesultanan Palembang Darussalam mengingat eratnya hubungan kekeluargaan antara kaum Alawiyyin dengan para sultan di Kesultanan Palembang Darussalam. Salah satu tujuan dilakukan ziarah ini adalah untuk mengenang dan meneladani para ulama yang telah melakukan syiar Iislam di kota Palembang. Kegiatan ini dilaksanakan dengan berjalan kaki, membawa umbul-umbul yang bertuliskan kalimat tauhid, dan juga disemarakkan dengan tetabuhan hajir marawis dan untaian kasidah.
Budayawan Palembang, Taufik Wijaya mengatakan, ritual ziarah qubro sudah ada sejak era kesultanan Palembang Darussalam. “Ini tradisi yang sudah sangat lama, dan hingga kini masih terus berlangsung,”kata dia.
Rangkaian ziarah tersebut biasanya diawali dengan haul Al-Habib Abdullah bin Idrus dan Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-bin Hamir. Haul ini dilaksanakan di perkampungan Alawiyyin Sungai Bayas Kelurahan Kuto Batu Palembang.
Menurut sejarahnya, kata Taufik, perkampungan Sungai Bayas ini sudah ada sejak 300 tahun lalu. Kampung ini merupakan pemukiman awal para ulama dari Hadramaut (Yaman), yang menyebarkan ajaran Islam di Palembang dan daerah lain di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Kini para keluarga ulama itu menetap di perkampungan di sekitar Sungai Bayas, antara lain Kampung Muaro, 10 Ilir, 13 Ilir, Lawang Kidul, dan Al-Fakhru. Sementara di seberang ulu, antara lain Kampung As-Seggaf, Al-Kaaf, Al-Munawar, Al-Habsyi, Kenduruan, dan Sungai Lumpur.
Ritual selanjutnya yakni ke pemakaman Pangeran Syarif Ali, di Kelurahan 5 Ilir. Perjalanan kemudian di lanjutkan ke Pemakaman Kesultanan Kawah Tengkurep yang terletak di Kelurahan 3 Ilir Boom Baru. Pemakaman ini dibangun pada tahun 1728 M oleh Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758). Rute para peziarah berakhir di Pemakaman Kambang Koci. Lokasi pemakaman ini bersebelahan dengan Pemakaman Kawah Tengkurep (sekitar 200 meter). Konon, pada tahun 1151 H/ 1735 M, Sultan Mahmud Badaruddin 1 mewakafkan sebidang tanah yang cukup luas untuk pemakaman anak cucu serta menantunya. Tanah pemakaman tersebut dinamakan Kambang Koci, yang berasal dari kata kambang (kolam) dan sekoci (perahu), karena jauh sebelumnya tempat itu merupakan tempat pencucian perahu.
Pulau Kemaro Dan Jejak Ke-Islaman
Meski belum banyak yang mengetahui, ternyata Pulau Kemaro juga menjadi bagian pro sesi ziarah kubro Palembang Darusallam. Pada tahun 2016 lalu, lebih dari 200 para tamu undangan dan para keturunan ulama dan auliya Palembang Darusallam mengunjungi Pulau Kemaro guna berziarah. Penziarah mengunjungi makam ulama yang berasal dari Hadramaut bernama Habib Ahmad bib Mu – hammad Al Aydarus.
Selain makam ulama ini, para penziarah juga melakukan doa ziarah pada dua makam lain nya, yakni makam Fatimah dan makam yang belum diketahui namannya. “Kami hadir untuk mendoa kan ulama besar Pa lem bang, Habib Ahmad bin Mu hammad Al Aydarus.” “Terdapat tiga makam mus – lim di sana, dan juga menjadi bagian dari ziarah kubro di Palembang,” ujar Abdullah Syukri beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, kehadiran para penziarah dan para tamu undangan untuk mendoakan ulama besar. Terdapat bukti dan kesaksian sejarah yang cukup membenarkan jika keti – ga makam di Pulau Kemaro merupakan makam muslim. “Tahun 1970, muslim sudah terlebih dahulu melakukan ziarah. Namun, karena akses – nya tidak bagus, maka tidak banyak yang hadir ziarah ke makam ulama Palembang ter – sebut,” katanya.
Meski beberapa objek peninggalan yang ber nua n sakan Islam juga sudah mulai hilang di Pulau Ke ma – ro. “Jadi, kami ziarah juga ber keinginan terjadi kejelasan mengenai keaslian makam terse – but,” kata dia.
Di proses ziarah kubro di pemakaman Auliya dan Habib Kambang Koci, Wali Kota Palembang Harnojoyo saat itu mengatakan, pelaksanaan ziarah kubro sangat mendukung promosi wisata. Beberapa makam yang diziarai juga sangat berperan dalam perkembangan Islam di Kota Palembang. Nilai-nilai seperti ini dapat dikemas dalam wisata religi. Namun pelaksanaannya juga harus tetap menjaga kebersihan dan keamanan kota. “Banyak objek wisata yang menarik di Palembang. Silahkan para tamu dan peserta ziarah me nikmati, dan jangan lupa untuk membeli oleh-oleh. Palembang sangat kaya akan objek wisata bahari,” ujarnya.
Ziarah Kubur dan Momen Usaha
Salah satu tradisi yang paling dominan di masyarakat Sumatera Selatan, adalah menziarahi kuburan keluarga yang telah wafat. Tidak heran, jika hampir seluruh tempat pemakaman umum atau TPU di kota Palembang ramai dikunjungi warga.
Hal ini, dimanfaatkan secara baik oleh para pedagang bunga, pedagang keliling, usaha parkir, bahkan para penjaga makam.
Seperti yang dilakukan oleh Yanto,40, salah seorang warga Tangga Takat Plaju Palembang. Sehari-harinya dia bekerja sebagai pembuat batu nisan tidak jauh dari TPU Telaga Swidak Plaju. Menurutnya, menjelang Ramadhan terjadi peningkatan pembelian batu nisan. “Meningkat 100 persen, kalau hari biasa satu bulan paling 15 uni seperangkat nisan. Nah, kalau jelang Ramadhan bisa mencapai 30-40,”kata dia.
Pedapuran atau nisan, rata-rata seharga Rp800ribu sampai Rp2juta lebih, tergantung jenis dan marmer yang dipakai. “Ini juga lantaran banyaknya masyarakat yang berziarah menjalang Ramadhan,”kata Yanto.
Para penziarah sangat padat saat hari jumat, dan hari-hari menjelang puasa. Para pedagang bunga juga kian ramai memenuhi muka jalan kawasan telaga swidak. “Setiap tahun jelang Ramadhan banyak yang berziarah, makanya kami juga ikut jualan,”kata Sari, salah seorang pedagang bunga.
Menurut dia, para pedagang didominasi oleh warga sekitar. Dan banyak juga pedagang datangan yang menawarkan berbagai jasa makanan, minuman, dan lainnya. “ yang pasti akan terus ramai hingga sampai setelah Ramadhan,”kata dia.
Ramadhan Dan Peningkatan Etos Kerja
Banyak momen besar yang dalam sejarahnya di menangkan umat Islam selama bulan Ramadhan. Seperti Perang Badar dengan jumlah kaum muslimin 314 orang berhasil dengan kemenenagan meskipun harus berhadapan dengan 950 musyrikin dengan senjata lengkap, perang Tabuk sebagai peperangan terakhir bersama Rasulullah saw juga keberhasilan gemilang, fath Makkah (penaklukan Mekkah) merekam kemenangan umat Islam untuk menguasai kembali negerinya setelah diusir dan eksodus ke negeri Madinah yang kemudian disebut peristiwa Hijrah, Thariq bin Ziyad mampu mengalahkan musuhnya di daratan Eropa juga pada bulan Ramadhan.
Pengamat politik dan hukum dari UIN Raden Fatah Palembang, DR Bukhori mengatakan, puasa merupakan waktunya bagi seluruh umat Islam untuk meningkatkan etos kerjanya. Bahkan, minggu-minggu menjelang Ramadhan berbagai kegiatan juga sudah dilaksanakan. “Tradisi muslim di Palembang sangat banyak menjelang Ramadhan. Selain ziarah, mulai mempersiapkan berbagai majelis zikir dan fikir selama Ramadhan, dan kegiatan lainnya. Artinya sebelum Ramadhan pun efeknya mulai terasa,”kata dia.
Persoalan yang muncul saat hari-hari pertama puasa, sering kali Ramadhan di posisikan sebagai waktu istirahat, libur kerja, cuti, bahkan kegiatan belajar-mengajar juga diliburkan. Alasannya, biar umat Islam lebih fokus dalam berpuasa dan beribadah, serta dapat melakukan berbagai amal jariyah lainnya. “Kenyataannya, sebagian besar masyarakat saat itu jadi terfokus mencari-cari kesibukan agar dapat melewati hari hingga waktu berbuka tidak begituterasa,”ujar Bukhori.
Seharusnya, puasa Ramadhan merupakan waktu yang benar-benar penuh untuk mendekatkan diri dengan Allah melalui berbagai ibadah dan amalan. “ Lebih penting lagi, ibadah mestinya dipahami dalam konteks dan aspek yang luas, sehingga tidak ada yang amal yang dikesampingkan guna mendapat rahmat Allah. Bekerja pun termasuk ibadah yang nilai pahalanya sangat besar,”terang dia.
Menuju Semangat Ramadhan
Ramadhan merupakan bulan yang sungguh luar biasa dibandingkan bulan-bulan yang lain. Harapan-harapan kebahagiaan sering kali dititipkan pada bulan ini. Lihat saja pengkategorian ramadhan yang awalnya disebut bagian rahmat, dengan harapan tercurahkan kasih sayang kepada sesama ketika puasa, yang membentuk suasana nilai rasa sosial melalui rasa lapar dan dahaga. Kondisi ini juga menggerakkan hati orang yang berpuasa untuk mencurahkan perhatian mereka kepada yang tidak mampu yang harus berpuasa karena ketidak mampuannya menunjang perekonomian hidup.
Tokoh masyarakat Empat Lawang, Joncik Muhammad mengatakan, puasa justru akan meningkatkan etos kerja hingga tercipta semangat nilai batin dan semangat untuk mencapai tujuan hidup. “Justru Ramadhan memberi kita waktu dan semangat untuk terus bekerja dan mencapai cita-cita dalam ridho Allah. Salah besar kalau dikatakan puasa itu menghambat orang dalam bekerja,”kata Joncik.
Puasa disebut maghfirah, atau penyemangat untuk membersihkan jiwa dan ruh dari perbuatan dosa baik dosa individual maupan dosa sosial. Semangat yang memompa etos kerja tersebut, terang Ketua Fraksi PAN DPRD Sumsel ini, yakni ganjaran pahala berlipat dalam ramadhan. Rasulullah saw bersabda “barangsiapa yang beramal sunat pada bulan ramadhan seolah dia beramal wajib di luar ramadhan. Dan barangsiapa yang beramal wajib padanya seolah dia beramal 70 perbuatan wajib di luar ramadhan.”Karena ganjarannya tinggi Allah mendorong agar manusia berlomba-lomba dalam kebaikan,”terang dia.
Ramadhan juga memberikan kesehatan prima kepada yang melakukan puasa. Karena secara medis, puasa membangun moment kepada tubuh untuk mengoptimalkan sisa makanan yang ada dalam tubuh kemudian difungsikan kembali menjadi energi dan diikuti dengan proses peremajaan sel-sel dalam tubuh manusia. Dengan demikian, Ramadhan menghadirkan stamina dan kekuatan baru yang tidak didapatkan pada bulan-bulan yang lain
Selain itu, Ramadhan mengatur ibadah secara mekanis dan praktis serta humanistik. Sahur merupakan kegiatan awal ramadhan yang memberikan kekuatan dan energi yang memadai bagi orang yang melaksanakan puasa. “Ramadhan mengajarkan orang ketepatan waktu. “Makan sahur dibebaskan waktu awalnya namun disunnah pada akhirnya, sementara berbuka disunnahkan pada awal waktunya dan dibebaskan waktu akhirnya. Kedisiplinan ini, ramadhan telah mendidik manusia untuk pandai menghargai waktu. Ketepatan dan kecepatan mencari kesuksesan pada era modern sekarang ini,”tambah dia.
Rentang waktu antara waktu sahur dengan waktu berbuka, manusia diuji kejujuran dan keamanahan mereka menjaga kedisiplinan. Keikhlasan dalam menjalankan kedisiplinan ini betul-betul teruji karena tidak ada satu pun yang mengetahui apakah seseorang berpuasa atau tidak, melainkan Allah dan orang yang bersangkutan. Produktifitas kerja diharapkan juga dapat meningkat bila seseorang berbuat sesuatu karena berharap ridha dari Allah dari perkerjaannya dengan meniatkannya sebagai ibadah. (Ronald)