Pemkot Palembang Akan Sidak Obat-obatan Penyebab Gagal Ginjal

Tabloid-DESA.com, PALEMBANG – Maraknya berita tentang jumlah lonjakan pasien anak yang mengalami gagal ginjal akut setelah meminum obat sirup penuru panas, pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan melakukan penarikan obat-obatan sirup yang diduga menjadi penyebabnya.

Awalnya pemerintah menduga kasus gagal ginjal akut pada anak melonjak akibat virus, bakteri, atau parasit. Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan gagal ginjal itu, kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, adalah leptospira.

Namun setelah diadakan penelitian lebih lanjut, kasus gagal ginjal akut pada anak ini diduga diakibatkan jenis obat sirup yang mengandung Etilen Glikol (E), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) melebihi ambang batas.

Pemerintah kini telah melarang penjualan obat batuk cair untuk mencegah cemaran itu mengontaminasi lebih banyak anak.

Di Sumatera Selatan, pemerintah Kota Palembang segera menindak lanjuti himbauan penarikan obat-obatan yang mengandung zat (E), (DEG), (EGBE) dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) obat-obatan yang kini viral secara nasional.

Sidak lapangan ini akan bekerja sama dengan pakar obat, tim dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dinas kesehatan Provinsi Sumsel, dan dinas kesehatan Kota Palembang. Hal ini dikemukakan Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda, usai memimpin rapat di Bappeda Litbang, Senin (24/10) lalu.

“Ada 102 obat-obatan yang masih dikaji ulang peredarannya. Selain itu, juga ada tiga obat yang tidak boleh beredar di kalangan masyarakat atau di apotek. Untuk tiga obat yang sudah kita hentikan peredarannya, itu belum bisa kita rilis. Karena masih dalam penelitian oleh BBPOM,” ujar Fitrianti.

Ia menerangkan, di Palembang sudah ada korban gagal ginjal.

“Ada 4 anak yang mengalami gagal ginjal dan 1 meninggal. Ini juga menjadi bentuk perhatian kita. Jangan sampai ada lagi kasus baru. Maka dari itu, langkah percepatan sudah kita ambil dengan melakukan pertemuan bersama beberapa pakar obatan, apoteker serta dari pihak kepolisian,” kata Fitrianti.

Selain itu, Pemkot Palembang bersama IDAI juga sepakat tidak mengeluarkan resep obat dalam bentuk sirup, sampai masalah ini ada arahan lebih lanjut dari Kemenkes RI.

“Kita pastikan, bersama tim akan melakukan monitor, sidak bersama BBPOM. Guna mengantisipasi obatan tersebut tidak beredar di apotek,” kata Fitrianti pula.

Jumlah Meningkat

Sementara itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan jumlah pasien yang mengidap penyakit gagal ginjal akut bertambah menjadi 245 anak dari data Jumat lalu sebanyak 241 angka. Sebanyak 80 persen dari kasus ini tersebar DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatra Barat, Bali, Banten dan Sumatra Utara.

Budi menyatakan, jumlah provinsi yang melaporkan kasus ini juga bertambah menjadi 26 dari sebelumnya 22 provinsi. Angka kematiannya pun naik dari sebelumnya 133 anak pada Jumat lalu menjadi 141 anak.

“Fatality rate persentasenya cukup tinggi, yakni 141 atau 57,6 persen. Jumlah kasus ini sebetulnya mulai naik di Agustus. Jadi sebelum Agustus itu angka kematiannya normal dari tahun ke tahun, kecil, di bawah 5 (orang),” kata Budi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin, 24 Oktober 2022.

Kronologi Penemuan

Budi Gunadi Sadikin mengatakan temuan pasien gagal ginjal mulai mengalami kenaikan pesat pada September 2022, yakni mencapai 78 orang dan pada Oktober 2022 menjadi 141 orang. Budi mengatakan sebagian besar pasien yang mengalami gagal ginjal berusia di bawah lima tahun.

Budi mengatakan pihaknya mulai mengamati kasus gagal ginjal ini sejak Agustus 2022. Saat itu pemerintah menduga kasus gagal ginjal akut pada anak melonjak akibat virus, bakteri, atau parasit. Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan gagal ginjal itu, kata Budi, adalah leptospira.

“September kita berkumpul, kita tes patologi dari anak anak yang terkena kasus ini untuk melihat apakah dia terkena virus atau bakteri atau parsit. Hasilnya itu kecil sekali disebabkan virus atau bakteri,” ujar Budi.

Budi mengatakan hasil pengecekan terhadap semua pasien tidak ditemukan adanya bakteri itu. Kemenkes kemudian mengembangkan dugaan gagal ginjal akun anak karena terpapar Covid-19. Namun, setelah dicek, kurang dari satu persen pasien yang terpapar Covid-19.

“Kita baru agak terang saat WHO mengeluarkan surat edaran 5 Oktober, warning, terjadi kasus yang mirip di Gambia, penyebabnya adalah zat kimia yang ada di pelarut obat-obatan,” ujar Budi.

Budi mengatakan pihaknya kemudian melakukan analisa toksikologi terhadap 10 anak. Hasil pemeriksaan darah mengonfirmasi 7 dari 10 anak gagal ginjal akut positif mengandung EG, DEG, dan EGBE. Untuk lebih memastikan temuan itu, Budi mengatakan pihaknya melakukan biopsi terhadap jasad anak yang meninggal karena gagal ginjal akut.

“Apakah ada ciri-ciri kerusakan ginjal yang disebabkan zat kimia ini. Kita cek, 100 persen memang terjadi kerusakan ginjal sesuai ciri-ciri yang disebabkan obat kimia ini,” kata Budi.

Pihak Kementerian Kesehatan kemudian juga mendatangi rumah para pasien gagal ginjal akut dan mengambil obat-obatan yang dikonsumsi pasien. Hasilnya, sebagian besar obat itu mengandung senyawa EG, DEG, dan EGBE.

“Dari situ kita simpulkan penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran dari pelarut obat itu,” ujar Budi.

Kini Kementerian Kesehatan sudah menutup izin untuk 1.100 lebih obat sirup yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut. Budi mengatakan masih menunggu dari BPOM melakukan penelitian terhadap obat-obatan tersebut.

“Nanti sore ini kita keluarkan surat untuk rilis. Ada 133 atau 150-an yang memang pelarutnya tidak mengandung bahan berbahaya, kita akan rilis,” ujar Budi. *