Paradigma Baru Strategi Pertahanan Maritim: Menjaga dan Mempertahankan Keutuhan Wilayah Laut dan Darat Negara Kesatuan Republik Inonesia (NKRI)  

Oleh: Mukhtarudin Muchsiri*)

*) Direktur PPs UMPalembang, Pengajar Madya Alumni Diklat PIP-BPIP Angkatan I Tahun 2024, Ketua MPD Orda ICMI Kota Palembang

TABLOID-DESA.COM, Di balik tiap ombak yang meremas pantai, di dalam tiap gema gelombang yang memecah karang, tersimpan sebuah kekuasaan sejarah: laut. Bagi Indonesia, laut bukan sekadar hamparan air yang membentang; laut adalah urat nadi yang menghubungkan pulau‑pulau, budaya, sumber daya, dan kedaulatan.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 17.000 pulau dan wilayah laut yang lebih luas daripada daratan, Indonesia menghadapi tantangan strategis yang unik. Selama dekade lamanya, strategi pertahanan kita banyak berpijak pada basis darat: barisan infanteri, benteng di perbatasan pulau utama, markas militer di darat, serta logistik yang melewati daratan. Tetapi, dalam era di mana ancaman melaut juga semakin kompleks—penyusupan kapal asing, eksploitasi sumber daya ilegal, perompakan, perang hibrida maritim, persaingan geopolitik di laut—paradigma darat saja tidak lagi cukup. Sudah waktunya kita menggenggam paradigma baru: strategi pertahanan maritim sebagai basis utama.

 

Kenapa Laut Harus Menjadi Basis Utama

  1. Kedudukan Geografis dan Hukum Internasional

Laut Natuna Utara, Selat Malaka, Selat Sunda, perairan antara Papua dan Samudera Pasifik—semua adalah jalur strategis. Selain menjadi rute pelayaran internasional, zona laut kita mencakup Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang secara resmi diakui lewat UNCLOS 1982. Kontrol atas ALKI berarti menjaga kepentingan ekonomi global sekaligus integritas wilayah nasional. jurnalprodi.idu.ac.id+2jurnalprodi.idu.ac.id+2

  1. Kerentanan Laut: Ancaman yang Tak Terlihat dan yang Menyamar

Laut menyimpan ancaman yang tak selalu bisa dilihat dari darat: kapal nelayan asing yang melanggar batas zona ekonomi eksklusif, operasi illegal fishing, aktivitas yang berada di zona abu‑abu (“grey zone”) atau bahkan sabotase lingkungan. Peperangan hibrida yang tidak memakai perang terbuka—melainkan manipulasi ekonomi, pengaruh politik, hukum, dan operasi di laut lepas—semakin nyata. ejournal.politik.lipi.go.id+1

  1. Potensi Ekonomi dan Kehidupan Rakyat

Laut Indonesia kaya sumber daya: ikan, gas, minyak, mineral dasar laut. Maritim juga sumber pariwisata, penghubung transportasi antar pulau. Bila laut aman dan dikelola baik, kehidupan jutaan orang terpaut di atas perahu nelayan, di pesisir, di pulau‑pulau kecil. Kehancuran sumber daya laut berarti kehancuran bagian dari kehidupan rakyat. Laut yang dikuasai berarti kesejahteraan yang dibarisi keamanan. jurnalprodi.idu.ac.id

  1. Kedaulatan sebagai Simfoni Persatuan

Keutuhan wilayah NKRI bukan hanya garis batas darat atau pulau yang tampak. Ia juga garis batas laut, bandar udara, zona ekonomi eksklusif (ZEE), wilayah yurisdiksi. Bila laut dibiarkan terlantar dan tidak dijaga, maka kedahsyatan kedaulatan akan terobrak‑abrik di atas air. Kedaulatan bukan sekadar militer; ia adalah rasa aman, rasa bahwa bangsa ini memiliki ruang sendiri, yang tidak boleh dijajah secara diam‑diam oleh penyusup asing.

Unsur‑Unsur Paradigma Baru Pertahanan Maritim

Untuk menjadikan laut sebagai basis utama pertahanan, beberapa unsur harus dibangun dengan kuat dan diintegrasikan dalam kebijakan nasional.

  1. Kesadaran Strategis dan Kebijakan Nasional

Pemerintah harus secara eksplisit menetapkan laut sebagai pusat dari strategi pertahanan: doktrin, anggaran, prioritas alutsista, dan diplomasi maritim. Peraturan perundang‑undangan harus menguatkan institusi yang menangani keamanan maritim (misalnya TNI AL, Bakamla, Polair, Kesatuan Penegakan Hukum Laut), koordinasi antar lembaga, serta dukungan masyarakat pesisir dan pulau kecil. jurnalprodi.idu.ac.id+1

  1. Postur Pertahanan Laut yang Memadai
    • Fasilitas dan Basis di Pulau Terluar: Pangkalan militer di pulau terluar harus tidak hanya eksis sebagai simbol, tapi juga operasional: diproduksi logistik, komunikasi, surveilans, dan kesiapan tempur. jurnalprodi.idu.ac.id+1
    • K4IPP (Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengamatan, Pengintaian) yang modern dan menyeluruh. Kemampuan penginderaan jauh; patroli udara, permukaan, bawah laut; penggunaan satelit dan sistem sensor laut. jurnal.um-tapsel.ac.id+1
    • Armada yang Fleksibel, kapal cepat patroli, kapal selam, kapal pengawas zona ekonomi pilihannya; dukungan udara tak berawak (drones), kapal permukaan yang mampu quick response.
  2. Pendekatan Komprehensif: Militer, Diplomasi, Ekonomi, Hukum, Kebudayaan

Strategi militer kuat perlu dibarengi diplomasi maritim yang aktif, kerjasama multilateral, kejelasan regulasi (termasuk hukum internasional), serta keterlibatan rakyat pesisir sebagai penjaga laut (community patrol, hukum adat, pengawasan nelayan). Pendekatan ini penting guna mencegah laut jadi zona konflik baik secara internal maupun ekternal, tetapi juga membangun diplomasi yang menghormati hukum dan keadilan. e-journal.politik.lipi.go.id+1

  1. Inovasi Teknologi dan Strategi Adaptif

Ancaman tak lagi sederhana. Disinformasi, serangan siber terhadap sistem navigasi, kapal asing dengan izin samar, eksploitasi bawah laut oleh aktor non‑negara. Teknologi penginderaan satelit, AI untuk analisis data, sistem informasi maritim terpadu, kapal patroli cepat dengan senjata presisi—semua harus dikombinasikan. Kapal pintar, drone laut dan udara, sistem pengawasan yang berbasis jaringan (network centric) menjadi bagian tulang punggung pertahanan maritim.

  1. Ketahanan Maritim Daerah Perbatasan dan Ekonomi Laut

Memperkuat pulau terluar, wilayah pesisir, zona ekonomi eksklusif adalah bagian strategi pertahanan maritim sekaligus pertahanan ekonomi. Pembangunan pelabuhan, fasilitas logistik, sarana‑prasarana komunikasi dan transportasi antar pulau mesti ditingkatkan. Kelautan lestari, nelayan diberdayakan, keamanan laut dijaga agar kawasan pesisir tidak menjadi zona abu‑abu yang mudah disusupi dan diganggu oleh agen dan kepentingan asing.

 

Tantangan dan Pilar Penguat

Paralel dengan kemungkinan, ada tantangan─yang ibarat badai di laut dalam─harus dihadapi dengan keberanian dan kepiawaian.

  • Anggaran dan Prioritas Politik: Strategi maritim memerlukan dana besar untuk alutsista, pangkalan, pelatihan, dan teknologi. Butuh konsistensi politik dari pemerintahan ke pemerintahan agar kebijakan tidak berubah drastis karena pergantian elite.
  • Koordinasi Institusi: Banyak lembaga yang terlibat (TNI AL, Bakamla, aparat penegak hukum laut, kementerian kelautan, kementerian perhubungan, dll.). Jika tidak ada sinergi yang baik, tugas bisa tumpang tindih, sumber daya terbuang, respons melambat.
  • Sumber Daya Manusia dan Budaya Maritim: Banyak pulau kecil dan masyarakat pesisir yang kurang akses ke pendidikan, keahlian dalam teknologi maritim. Perlu investasi dalam SDM, pelatihan patroli, pengawasan rakyat pesisir. Budaya maritim harus diperkuat, agar rasa memiliki terhadap laut tumbuh.
  • Ancaman Asimetris dan Masa Depan: Perompakan, ilegal fishing, serangan maya, konflik di zona abu‑abu akan makin sering. Strategi kita harus adaptif, bukan sekadar menunggu “perang besar”.

 

Menatap Laut dengan Paradigma Baru: Gambaran Masa Depan

Bayangkan sebuah pagi di Laut Natuna Utara: kapal patroli cepat berlayar selagi matahari memantulkan sinar emas di permukaan air, drone patroli udara mengawasi dari kejauhan, satelit mengirim gambar real‑time ke pusat komando, nelayan kecil yang mengenali dan melaporkan kapal asing yang tak dikenal, polisi laut bertindak atas laporan. Itu bukan kisah fiksi, itu visi.

Visi di mana laut dijaga bukan hanya oleh kapal perang besar, tetapi oleh sistem pertahanan terpadu: militer, masyarakat, hukum, teknologi, diplomasi. Garis batas laut tak sekadar diperjuangkan lewat diplomasi internasional, tetapi juga dijaga dan ditegakkan setiap hari ketika kapal asing melanggar zona, ketika eksploitasi ikan ilegal terjadi, ketika polusi dan perusakan terumbu karang mengancam ekosistem laut dan kehidupan manusia pesisir. Bila laut sejahtera, maka daratan juga aman; karena pulau‑pulau kecil yang terpencil bukan bagian yang terlepas, melainkan jaring yang mengikat keutuhan wilayah NKRI.

 

Kesimpulan Puitis dan Strategis

Laut Indonesia adalah syair panjang yang ditulis oleh angin, ombak, dan jejak nelayan. Ia adalah atlas yang memetakan kekayaan dan kekuasaan, kehormatan dan tanggung jawab. Bila paradigma pertahanan kita tetap terikat pada darat saja, maka kita seperti pohon tinggi yang akarnya dangkal di lautan, mudah daun‑daunnya terhempas badai.

Paradigma baru strategi pertahanan maritim sebagai basis utama bukan pilihan, melainkan keharusan. Ia menjawab tantangan zaman dan menjaga keseluruhan ruang hidup bangsa ini: darat, laut, udara, pulau‑pulau, bahkan ruang bawah laut.

Untuk mewujudkannya, dibutuhkan komitmen politik, konsistensi anggaran, kemampuan institusi yang terintegrasi, teknologi yang adaptif, dan kegigihan masyarakat maritim kita. Bila semua elemen ini berpadu, maka NKRI akan mampu berdiri teguh di atas gelombang zaman, menjaga keutuhan wilayah laut dan daratnya dengan semangat yang tak luntur dan keyakinan yang mengalir seperti ombak: terus menerus, berkesinambungan, konprehensif, tanpa henti. (Editor: Sarono P Sasmito)