Tabloid-DESA – Hampir setiap orang memiliki ponsel dan smartphone sebagai alat komunikasi canggih. Ponsel juga bukan ukuran status sosial seseorang, karena setiap orang berhak menikmati keterbukaan informasi. Para abang becak, penjual sayur dipasar, bahkan anak-anak bawah umur memiliki setidaknya satu unit alat komunikasi. Bagaimana dengan petani yang wilayahnya terpelosok dan jauh dari perkotaan? Jangan heran jika para petani ternyata memiliki peralatan yang lebih canggih dari warga kota.
Di masa intercom (jaringan radio jarak dekat), para warga desa terpencil sebagian memiliki perangkat radio canggih yang memiliki jangkauan sangat jauh. Mereka berkomunikasi dengan keluarga atau jaringan bisnis. Di era saat ini, para petani juga telah lama memanfaatkan intenet. Sayangnya, baru sebagian kecil saja yang menggunakannya sebagai alat untuk mengelola usahanya.
Sebenarnya, hampir tidak ada kesulitan untuk membangun komunikasi lewat perdagangan online karena jumlah pemakai internet di Indonesia mencapai 132,7 juta orang atau hampir separuh warga Indonesia yang total berjumlah 256,2 juta orang.
Dari hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII). Survei ini menunjukkan peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat 51, 8 persen hanya dalam satu tahun. Yang mengagetkan, dari total pengguna internet di Indonesia sebanyak 63,1 mengakses internet dengan menggunakan smartphone.
Pengguna Facebook menurut data dari Country Director Facebook Indonesia Sri Widowati pengguna aktif Facebook di Indonesia mencapai 88 juta jiwa. Dari 88 juta orang itu rata-rata pengguna Facebook menengok halaman Facebooknya 14 kali perhari. Bukan rahasia lagi, selain urusan pertemanan, sebagian pengguna Facebook juga memanfaatkan sosial media ini untuk memasarkan produknya secara online.
Kenyataannya, masih banyak hambatan yang dijumpai oleh para petani ketika akan mengeluarkan produknya dari desa tempat tinggal mereka. Akses jalan yang masih terisolir, kondisi sarana dan prasarana desa yang belum memadai juga menjadi faktor penghambat lajunya pertumbuhan ekonomi pedesaan. Bayangkan, ketika seseorang membeli biji kopi original lewat online dari seorang petani yang berada jauh di pelosok, maka produk yang akan diantarkan bisa sampai berhari-hari menuju tempat ekspedisi. Bagaimana jika produk bahan obat herbal, mungkin saja buah atau daun herbal tersebut sudah busuk sebelum diterima oleh pembeli.
Artinya, selain membangun infrastruktur telekomunikasi maka pemerintah juga harus membarengi pembangunan infrastuktur jalan dan jembatan yang baik. Hingga lebih mudah mengeluarkan produk para petani sampai pada konsumennya. Jika hal ini terus terjadi, bukan keuntungan yang didapatkan petani tetapi kerugian bagi konsumen yang membeli produk tersebut.
Wajar saja jika para petani semakin “kurang” sejahtera. Karena produk yang mereka hasilnya nyaris tidak terjual, karena kondisi infrastruktur jalan yang sangat buruk, hingga mengisolir desa mereka. Kini, tugas kita bersama membangun sarana dan prasarana masyarakat desa yang lebih baik.