Rasa Asin yang Diburu dan Langka di Pasar Indonesia

GARAM

Tabloid-DESA.com – Garam dapur mendadak langka di pasar tradisional di Indonesia sejak sepekan terakhir. Jika biasanya garam tersedia dalam banyak pilihan merk dan kualitas, saat ini hanya ada satu merk di pedagang tertentu dan harganya naik dua kali lipat.  

Pedagang mengaku heran karena baru kali ini garam langka keberadaannya. Para suplier yang biasanya mengirim mereka mengaku kehabisan stok, karena tidak ada dari produsen.

“Baru sekarang susah. Biasanya seminggu sekali dikirim, sampai sekarang belum ada yang ngirim,” ungkap Tuti (28), salah satu pedagang di pasar Cimahi Jawa Barat seperti dikutip pikiran-rakyat.com.

Dia mengaku tidak mengetahui pasti penyebab terjadinya kelangkaan garam. “Enggak tau kenapa ya. Yang jelas susah dapetnya,” ucap Tuti.

Ada beberapa pedagang yang menjual garam, namun bukan garam favorit yang biasa dicari pembeli. Tidak ada lagi pilihan merek dan kualitas garam, dan harganya naik dua kali lipat dibanding sebelum garam langka.

Kiriman suplier

Yanti (36), pedagang lainnya menuturkan, biasanya saat normal harga garam berkisar Rp 800 hingga Rp 1.000  per bungkus. Namun, saat ini harga garam naik menjadi Rp 1.500-1.700 per bungkus.  “Iya harganya naik dua kali lipat, ini juga bukan garam merk yang biasa. Kalau yang biasa enggak ada katanya, saya juga kehabisan stok,” ujarnya.

Dia mengatakan, saat ini para pedagang menunggu kriman dari suplier. “Suplier yang biasa ngirim kesini udah lama tidak dateng. Adanya suplier baru yang nawarin garam, tapi bukan merk biasa,” terangnya.

Salah satu pembeli, Ami (35), melihat aneh atas langkanya garam di pasar. “Garam kan biasanya ada ya, ini kemarin nyari enggak ada. Hari ini ada tapi bukan merk biasa, harganya juga jadi Rp 2.000 perbungkus,” katanya. Meski harga naik, Ami tetap membeli garam untuk kebutuhan memasak sehari-hari. “Ya bagaimana masak enggak pakai garam. Agak naik harganya juga tetap dibeli,” tuturnya.

Sulastri (62), pedagang Pasar Argosari, Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, menata barang dagangannya sejak pagi hari, Senin (24/7).

Dia sudah 20 tahun berjualan kelontong di pasar terbesar di Gunungkidul ini. Mulai beras hingga kebutuhan rumah tangga lainnya tampak menumpuk di toko miliknya yang berada di sisi sebelah selatan. Namun, tak tampak tumpukan garam yang biasanya tersedia di warungnya. Hanya beberapa kotak garam bermerk Zebra.

“Sudah sejak seminggu tidak ada pasokan dari produsen,” katan Sulastri ditemui di Pasar Argosari, Senin (24/7) seperti dikutip dari laman kompas.com.

Untuk garam bermerk Zebra biasanya setiap seminggu ia mendapatkan pasokan ratusan bal yang per balnya berisi ratusan bungkus garam berbentuk balok. Namun saat ini ia hanya memiliki persediaan puluhan bungkus.

Tak hanya garam bermerek, garam grosok atau non yodium pun sama. Minimnya pasokan, menurut keterangan pemasok, karena wilayah Pati, Jawa Tengah, masih hujan sehingga produksi garam berkurang.

Akibatnya,  harga garam naik. Satu bal garam bermerek Zebra berisi 10 bungkus beberapa bulan lalu dijual sekitar Rp 15.000, lalu naik menjadi Rp 25.000 dan saat ini sudah menyentuh angka Rp 77.000 per bal. Kenaikan ini sudah terjadi sejak dua bulan terakhir.

“Awalnya harga eceran Rp 2.500, dan paling mahal Rp 3.000 per bungkus. Untuk saat ini eceran sekarang Rp 8.000 berbungkusnya, kadang kalau di warung sudah mencapai Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per bungkusnya,” ulasnya.

Tidak hanya garam kemasan bermerek yang mengalami kenaikkan harga. Untuk garam jenis grosok, yang kualitasnya di bawah garam kemasan, juga mengalami kenaikan tajam. Dari yang semula per karung Rp 20.000, kini harganya menyentuh Rp 100.000 per 20 kilogram.

“Saya menjual eceran Rp 5.000 perkilogramnya, dari awalnya Rp 1.000 perkilonya. Kemungkinan masih akan naik lagi,” ucapnya.

Kenaikan bahan pokok campuran makanan ini tak membuat penjualan menurun. Namun sebagian besar pelanggan mengeluhkan kenaikan ini.

“Sejak puluhan tahun hidup saya, baru kali ini  kenaikan harga garam cukup tinggi. Ini bukan naik tetapi ganti harga,” ujarnya.

Basuki, pembuat kerupuk di wilayah Ponjong, saat ditemui hendak membeli bahan kerupuk, mengaku keberatan dengan naiknya harga garam yang tak terkendali.

“Bagaimana mau berkembang usaha kecil seperti kami, setelah harga bawang naik, sekarang harga garam. Tolonglah pemerintah memperhatikan nasib orang kecil,” harapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *