Tabloid-DESA.com PALEMBANG – Adanya isu-isu kritis di bidang lingkungan hidup nampaknya memerlukan penyelesaian secara terpadu dan menyeluruh serta menuntut adanya kolaborasi oleh semua komponen pembangunan, seperti dalam hal ini Pelaksana tugas Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan Joko Imam Sentosa membuka resmi acara Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan World Resources Institute (WRI) Indonesia, terkait pengelolaan hutan dan lahan lestari sebagai katalisator pembangunan hijau di Sumatera Selatan, di Hotel Swarna Dwipa, Jum’at (05/05).
Tujuan acara ini sebagai upaya salah satu komponen utama pembangunan hijau, pelaksanaan pemetaan lahan gambut, kemudian kebijakan perhutanan sosial sebagai bagian dari solusi pengelolaan hutan dan lahan secara lestari. Sekedar informasi juga kegiatan ini merujuk untuk menyambut gelaran Bonn Challenge High-Level Roundtable Meeting yang akan berlangsung tanggal sembilan dan sepuluh Mei mendatang.
Dalam kata sambutanya Joko mengatakan, bukti keseriusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) dalam menyeimbangkan aspek sosial-ekonomi dan lingkungan terus dilakukan. Dimana meliputi dua aspek bukti keseriuan Pemprov Sumsel antara lain dengan menyusun rencana pertumbuhan ekononomi hijau atau Green Growth Plan juga penyediaan strategi dan rencana aksi dalam melindungi dan menjaga keanekaragaman hayati di Sumsel.
“Oleh karena itu kehadiran mitra pembangunan seperti WRI menjadi tambahan kekuatan bagi Sumsel, untuk mewujudkan pembangunan pertumbuhan hijau akan lebih mudah dan kian cepat untuk dicapai,” tuturnya.
Ia juga menegaskan, didalam menjadikan pembangunan yang mengharagi keanekaragaman menjadi tugas semua pihak, sebab pembangunan berkelanjutan yang dilakukan secara integratif akan mengutamakan keterkaitan antara manusia dan alam.
Melalui pemeliharaan keanekaragaman hayati maka keberadaan dan ketersediaan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa depan dapat dipastikan karena ekosistem berada dalam keseimbangan.
“Perubahan fungsi atau status hutan menjadi areal penggunaan lain seperti perkebunan, area transmigrasi, pemukiman dan lahan garapan masyarakat yang terjadi secara luas di kabupaten berpotensi untuk meningkatkan bencana kebakaran hutan dan lahan,” ungkapnya.
Untuk diketahui, lanjut Joko, tahun 2015 lalu menyisakan kisah tersendiri untuk Sumsel, sebab dari sembilan provinsi terjadi kebakaran hutan dan lahan, salah satunya Sumsel terbesar hutan lahan hangus dan rusak terbakar, 736.000 hektar lebih hutan dan lahan hangus terbakar. Hal inilah yang diupayakan Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin untuk meraih kesempatan penyelenggaraan Asian Bonn Challenge.
Kegiatan Asian Bonn Challenge ditujukan untuk melihat sejauh mana perkembangan pemulihan hutan dan lahan gambut yang ada di Sumsel. Konsep kemitraan pengelolaan bentang alam/ekoregion (KPE). Upaya untuk menjalin kemitraan multi aktor P4 (Public private people partnership) untuk mengelola berbagai aktifitas dalam suatu bentang alam, secara terpadu, lintas sektor (kehutanan, perkebunan, pertanian) dan lintas wilayah administratif (Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, Pulau/region) dalam kerangka green growth (protection dan production). Tujuannya untuk melestarikan lingkungan, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
“Mari bahu-membahu untuk memberikan hasil dan manfaat yang optimal serta berkelanjutan,” tutupnya.
Sementara Direktur WRI Indonesia Dr. Tjokorda Nirarta Samadhi, menguraikan, WRI merupakan lembaga penelitian lokal dan independen yang didirikan dengan nama Yayasan Institut Sumber Daya Dunia, berkomitmen untuk menjadi mitra aktif bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan beserta segenap pemangku kepentingan lain dalam percepatan pelaksanaan Pembangunan Hijau di Sumatera Selatan.
Dalam setahun terakhir WRI Indonesia telah menyelenggarakan berbagai kegiatan di Sumatera Selatan, terutama dalam kaitannya dengan restorasi hutan dan bentang lahan. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi dukungan terhadap kegiatan pemetaan Light Detection and Ranging (LiDAR) maupun pemetaan lapangan ekosistem gambut di dua kabupaten Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir untuk menjadi dasar bagi kegiatan teknis restorasi gambut yang dikoordinasikan oleh Badan Restorasi Gambut dan Tim Restorasi Gambut Daerah Sumatera Selatan.
Selain itu lanjut Tjokorda, WRI Indonesia bersama-sama World Agroforestry Center (ICRAF) dan Forum DAS Sumatera Selatan telah melakukan identifikasi dan membuat perencanaan kegiatan restorasi melalui penerapan Metode Evaluasi Kesempatan Restorasi (MEKAR) pada tingkat lansekap (Daerah Aliran Sungai Musi), kabupaten (Musi Rawas, Musi Banyuasin, dan Banyuasin).
“Diharapakan keluaran dari acara ini dapat memberikan ide dan masukan yang komprehensif mengenai hasil kegiatan serta rencana kegiatan WRI indonesia di Provinsi Sumsel mengenai pengelolaan hutan dan lahan secara lestari,” tutupnya