Jejak Kecap Tradisional dalam Kuliner Nusantara

KECAP2

Tabloid-DESA.com – Kecap, saus hasil olahan dari kacang kedelai itu, termasuk salah satu bahan pokok dalam kuliner Indonesia. Kecap tak hanya dipergunakan sebagai bumbu masakan di dapur, juga hampir ada di setiap meja makan sebagai penikmat santapan. Begitu populernya kecap bagi orang Indonesia, hingga bisa dikatakan hampir semua masakan cocok ditambahkan kecap.

Kecap memang punya sejarah panjang yang tak bisa dilepaskan dari kuliner Nusantara. Menurut buku History of Soy Sauce yang ditulis oleh William Shurtleff dan Akiko Aoyagi, sejarah kecap bisa ditarik sejak abad ke 3 di jazirah Tiongkok. Kemudian kecap tersebar ke seluruh dataran Asia, termasuk Nusantara.

Menurut Shurtleff dan Aoyagi, Kecap mulai masuk Nusantara pada 1737. Saat itu serikat dagang Hindia Belanda membawa kecap ke Batavia (sekarang Jakarta), untuk kemudian dikemas dan dikirim ke Amsterdam. Namun, diperkirakan kecap sudah masuk Nusantara jauh sebelum itu, dibawa oleh imigran dari Tiongkok.

Disebutkan pula, kecap yang populer di Indonesia sekarang adalah hasil modifikasi sesuai selera lidah orang Indonesia. Awalnya memang pedagang dari Tiongkok menjual kecap asin. Namun ternyata tidak laku karena orang Indonesia (terutama di wilayah Jawa) lebih suka rasa manis, maka ditambahkan gula merah. Lahirlah apa yang disebut sebagai kecap manis. Kecap ini hanya bisa ditemukan di Indonesia. Di banyak definisi, kecap manis yang di dunia internasional dikenal dengan sebutan sweet soy sauce, diartikan sebagai “Indonesian sweetened aromatic soy sauce” atau “saus kedelai manis beraroma khas Indonesia”.

KECAP3

Kecap manis ini selain dianggap bercita rasa Nusantara yang kaya rasa dan beraorma rempah-rempah juga dianggap unik karena tiga faktor yang tak bisa ditemukan di kecap lain. Pertama, kecap manis mengandung gula merah, atau gula aren. Kedua, kecap manis dididihkan dalam waktu yang lama (4 sampai 5 jam) yang kemudian dicampur lagi dengan gula untuk membuatnya kental. Ketiga, kecap manis juga dicampur dengan aneka bumbu dan rempah, bahkan konon juga dicampur dengan kaldu ikan atau kaldu ayam. Tak heran kalau rasanya begitu kaya.

Kecap yang tersebar ke seluruh Indonesia tentu berbeda-beda pula selera lokalnya. Karena itu, hampir setiap daerah punya cita rasa kecap masing-masing. Pada perkembangannya untuk menyesuaikan dengan lidah warga lokal, tercipta lagi varian rasa kecap yang baru seperti kecap atom terkhusus di wilayah Sumatera Selatan, khususnya Palembang yang warga lokalnya lebih suka dengan rasa asin-gurih. Kemudian sekarang ada pula kecap pedas, perpaduan antara kecap manis yang ditambahkan cabai rawit, khusus bagi penikmat makanan pedas.

Bertahan Meski Sulit

Banyak perusahaan kecap yang berusia lama, bahkan sampai ratusan tahun. Seperti yang dilansir Kompas di antaranya Istana (1882), Cap Orang Jual Sate (1889), SH (1920), ada juga Cap Bango yang sudah ada sejak 1928, Cap Zebra yang berdiri pada 1945, hingga Maja Menjangan yang lahir pada 1940. Layaknya mereka yang berusia tua, para perusahaan ini berusaha keras mengikuti perkembangan zaman.

Beberapa merek kecap tua cukup beruntung karena diakusisi oleh perusahaan multinasional. Seperti Bango yang diakuisisi oleh PT Unilever Indonesia pada 1992. Ini artinya, ada suntikan dana besar untuk promosi dan produksi. Didukung dengan dana promosi dan produksi, tak heran kalau Kecap Bango kini menjadi penguasa sektor kecap bersama merek ABC (diakusisi oleh Heinz pada 1999).

Nasib baik juga dialami oleh kecap Cap Orang Jual Sate. Kecap ini berada di bawah naungan PT Aneka Food Tatarasa Industri yang merupakan pemain besar dalam industri food and beverage. Dengan teknologi modern di pabrik, kecap ini berhasil memperluas area penjualan yang hingga ke Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Menurut Kementerian Perindustrian, pasar kecap di Indonesia bernilai Rp 7,1 triliun. Belum lagi produk kecap yang dipasarkan di luar negeri.  Namun, angka itu sebagian besar direbutkan oleh merek besar. Banyak perusahaan kecap skala kecil menengah yang tidak beruntung. Jangankan berebut kue pasar kecap yang menggiurkan itu. Untuk sekadar berkembang saja kesusahan. Beberapa dari mereka bahkan sudah bangkrut.

Selain masalah promosi, harga bahan baku seperti kedelai dan gula aren yang semakin mahal juga menyebabkan perusahaan kecap tradisional kedaerahan tak bisa berbuat banyak, seakan jalan di tempat.

Kecap-kecap daerah ini mungkin memang tak akan bisa menyamai untung pabrik besar dengan modal raksasa. Namun, dengan konsistensi rasa dan sedikit inovasi, rasa-rasanya mereka masih bisa bertahan. Setidaknya di rumah mereka sendiri dan di lidah masyarakat lokal. (Kadin Kum Ala)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *