Tabloid-DESA.com Sosok guru, bukan hanya seorang tenaga pengajar dalam ruang tatap muka di sekolah. Lebih dari itu, guru menjadi tauladan, sosok intelektual, dan pemberi pencerahan pada masyarakat luas atas pengalaman dan keilmuannya.
Apalagi guru desa, di tengah ketertinggalan sarana dan prasarana yang dimiliki. Seorang guru dituntut mampu menjadi tokoh intelektual utama dimasyarakat, mendidik dan mengajarkan kebaikan, bahkan mampu memberikan solusi atas pelbagai persoalan yang terjadi.
Guru Sang Pahlawan
Tanggal 25 November diperingati sebagai hari guru nasional. Momen penting bagi para pengajar dan pendidik untuk melakukan refleksi keberadaan pendidikan di negeri Indonesia. Pemerintah terus berupaya dengan berbagai cara meningkatkan mutu pendidikan, seperti pemberlakuan kurikulum 2013, bahkan memaksimalkan pendidikan karakter bagi para siswa didik. Hal itu dilakukan lebih pada terjadinya peningkatan intelektualitas yang diiringi peningkatan akhlak dan moral kebangsaan.
Sosok guru tidak akan lepas dari keberadan Ki Hajar Dewantara yang lahir 2 mei 1889 di Yogyakarta. Pahlawan nasional yang di kenal dengan bapak pendidikan nasional ini dikenal berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah hindia belanda. Semangat perlawanannya menentang perbedaan untuk mendapat pendidikan, bagi pribumi dan non pribumi, menjadikannya sebagai seorang pahlawan besar. Ki Hajar Dewantara lewat ajaran ajaran kepemimpinan, ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan wuri handayani (di belakang memberi dorongan), merupakan falsafah kekuatan hidup untuk bersatu dan bersama membangun bangsa.
Konsep Ki Hajar Dewantara, dapat kita kaitkan dalam pendidikan bahwa seorang guru harus memiliki beberapa kriteria dalam pengajaran sehari-hari kepada para murid, sehingga dapat tercapai tujuan dari proses belajar-mengajar tersebut. Guru merupakan tokoh sentral dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan, sedangkan peserta didik hanya di anggap sebagai obyek yang pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Dalam hal ini guru harus memiliki kompetensi yang memadai agar mencapai hasil pengajaran yang baik.
Kompetensi merupakan standar kemampuan yang dibutuhkan guru guna menunjukkan kualifikasi seseorang secara kualitatif dan kuantitatif dalam mengemban tugasnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang guru, dinyatakan bahwasanya kompetensi yang harus dimiliki oleh guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social. Kelemahan yang ada pada sebagian guru adalah kerendahan tingkat kompetensi kepribadian sebagai guru. Seperti yang kita ketahui, banyak fakta adanya kasus-kasus tentang “rendahnya” kepribadian seorang guru.
Terkadang muncul pemberitaan miring mengenai sikap dan kekerasan guru di sekolah, baik kekerasan fisik atau psikis. Kesedihan kemudian muncul lagi, ketika terjadi tindakan pelecehan seksual yang dilakukan guru kepada siswanya. Hal itu menjadi penilaian kita bersama, bahwa telah terjadi penyimpangan akibat rendahnya kompetensi kepribadian guru di Indonesia.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (Komnas PA) cukup banyak menerima laporan kasus kekerasan seksual pada anak, di antaranya dilakukan oleh oknum guru. Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa kepribadian guru masih menjadi permasalahan dalam pendidikan di Indonesia, guru yang selayaknya menampilkan kepribadian yang baik, justru melakukan tindakan yang menyalahi kepribadian yang seharusnya dimilikinya,
Bahkan di kota Palembang, sepanjang tahun 2017 terdapat lima pengaduan dari wali murid yang melaporkan kejadian kekerasan terhadap siswa yang diduga dilakukan guru dalam proses belajar-mengajar.
Ketua Persatuan Guru Repubilik Indonesia (PGRI) kota Palembang, Hasanuddin mengatakan seharusnya berbagai peristiwa tersebut tidak boleh terjadi di Palembang.
“Maka dari itu saya mengajak teman-teman dari pahlawan tanpa jasa untuk bisa melakukan kontrol diri dalam menghadapi peserta didik agar menghindari kontak kekerasan yang akan terjadi. Ya secara wajarlah jika kita mau menegur siswa cukup dengan menegur dan menasehati saja, jangan sekali-kali melakukan bentuk kekerasan fisik,” kata Hasanuddin pada saat acara kode etik guru di SMP 39 kecamatan Gandus.
Menurut dia, berdasarkan laporan yang diterima, sering terjadi laporan yang tidak sesuai dari wali murid atas perlakuan guru terhadap murid.
“Seperti melebih-lebihi, nah dari itulah dalam kegiatan kode etik ini diharapkan para pengajar untuk mengetahui secara penuh makna kode etik guru,” kata dia.
Wakil Walikota Palembang Fitrianti agustinda mengatakan, pada zaman dahulu guru sangat ditakuti oleh semua murid, terlebih saat pelaksanaan proses belajar-mengajar.
“Nah sekarang sudah diperkembangan zaman, tenaga pengajar harus bisa merubah pola sistem pengajaran dengan pendekatan terhadap peserta didik tentunya cinta kasih,” tambahnya.
Seharusnya, guru memperoleh peran menjadi panutan atau idola dan mampu mengaplikasikan aspek kepribadian dalam kehidupan nyata. Misalnya sopan santun, tekun dan rajin belajar, dan sebagainya. Itulah sebabnya sikap dan perilaku guru dalam kehidupan sehari-hari menjadi salah satu ukuran untuk menentukan bentuk keteladanan guru bagi anak didiknya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Muhadjir Effendy dalam pidato Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 25 November 2017. Melalui kanal Youtube, Muhadjir menyampaikan sejumlah hal penting terkait hak, kewajiban, serta besarnya jasa guru dalam mencetak generasi penerus bangsa.
Dalam pidatonya, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu mengharapkan agar para guru memanfaatkan HGN 2017 sebagai momen mengevaluasi kebijakan-kebijakan pemerintah bagi guru di Indonesia. Terutama, untuk menjadikan guru lebih profesional, sejahtera, dan bermartabat.
“Kebijakan-kebijakan yang sedang dan akan terus dilaksanakan adalah menjadikan guru menjadi kompeten, profesional, terlindungi, dan pada gilirannya lebih sejahtera, mulia, dan bermartabat,” demikian kata Muhadjir dalam pidato yang dikutip dari kanal Youtube.
Muhadjir juga mengingatkan pentingnya peran guru membentuk karakter peserta didik melalui tiga harmonisasi. Yakni, olah hati, olah pikir, dan olah raga.
“Di samping itu juga guru dan tenaga pendidik harus mampu mengelola kerja sama satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat untuk mengobarkan Gerakan Nasional Revolusi Mental,” terangnya.
Sumsel Kekurangan Guru
Meski jumlahnya terbilang besar, namun provinsi Sumsel masih kekurangan ribuan orang guru. Pemerintah provinsi Sumsel melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) masih melakukan memetakan tenaga pendidik di Sumsel, untuk menutupi kekurangan guru tersebut.
Kepala Disdik Sumsel Widodo mengaku pemetaan tersebut untuk menyetarakan kebutuhan guru di setiap daerah. “Kebutuhan guru tiap daerah bahkan sekolah kan berbeda. Makanya, kami saat ini tengah memetakan guru di sekolah mana yang ada guru kekurangan dan kelebihan jam mengajar,” ujar Widodo beberapa waktu lalu.
Menurut dia, jika masih ditemui kekurangan tenaga pendidik setelah mengadakan pemetaan dan penyerataan di seluruh sekolah di Sumsel, maka Disdik Sumsel akan mengajukan pengadaan sumber daya manusia (SDM) tenaga pendidik kepada pihak badan kepegawaian daerah (BKD) untuk membuka tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk mengisi kekosongan tersebut.
“Masalah yang saat ini masih belum teratasi adalah kekurangan guru di tiap-tiap sekolah. Sebab, setiap tahunnya guru semakin berkurang akibat adanya guru yang pensiun,” tegas Widodo.
Widodo menjelaskan, guru yang mempunyai kelebihan jam mengajar seharusnya mempunyai kesadaran dan memberikan kesempatan bagi guru yang lain untuk mengisi kekurangan jam mengajarnya. Sehingga kebutuhan guru akan sedikit berkurang.
Dari data Disdik Sumsel, terdapat sekitar 3800 guru honor daerah di Sumsel, dari tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas dan kejuruan (SMA dan SMK). “Pengangkatan tenaga pendidik honorer menjadi Honda tidak ada lagi, karena aturannya sudah ada dalam Peraturan Presiden (PP) nomor 48 tahun 2005, dimana kepala daerah boleh mengangkat Honda paling akhir pada Desember 2005. Jadi saat ini saya sedang upayakan dan membicarakan dengan pihak biro keuangan mengenai pemberian insentif kepada tenaga pendidik Honda di Sumsel,” jelas dia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, jumlah guru yang mengajar di masing-masing sekolah pada 2014/2015 terdiri dari 60.661 guru SD, kemudian 28.385 tenaga pengajar untuk SMP dan 8.138 orang guru SMA/SMK. Data tersebut belum dihitung jumlah guru yang pensiun hingga tahun 2017 ini.
Bahkan, beberapa madrasah di Pakembang mengalami kekurangan guru agama hingga ratusan orang mulai dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MI), Madrasah Tsanawiayah Negeri (MTsN) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN). Pada tahun 2018 nanti, sebanyak 200 orang guru agama akan pensiun.
Kepala Seksi (Kasi) Pendidik Agam Islam (PAKIS) Kakanwil Kota Palembang, Dewi Pusdi Kawati mengatakan, sejumlah guru yang bakal pensiun tahun depan tersebut karena faktor usia yang semakin tua. Bertambahknya guru yang pensiaun tersebut menambah deretan jumlah kekurangan guru agama di madrasah Kota Palembang. “Sejak adanya moratorium CPNS oleh pemerintah beberapa tahun lalu, madrasah di Kota Palembang mulai mengalami kekurangan guru agama,” ungkapnya.
Dijelaskan Dewi, saat ini saja jumlah guru agama di setiap madrasah di Kota Palembang hanya berkisar empat orang saja. Jumlah tersebut tentu tidak memenuhi perbandingan dari standar kebutuhan guru dari pemerintah yakni 1:15 antara guru dan siswa. “Secara rinci saya tidak mengetahui jumlah perbandingan jumlah siswa dan guru agama di madrasah, namun secara umum madrasah Kota Palembang mengalami kekurangan guru agama,” tegasnya.
Devi menuturkan, saat ini dari data terakhir yang dimiliki oleh Kanwil Kota Palembang jumlah guru agama di bawah Kanwil Kota Palembag berjumlah 677 orang yang tersebar di beberapa sekolah agama mulai MI,MTs hingga MA yang berartus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jumlah ini akan terus berkurang setiap tahunnya karena banyak guru yang bakal pensiuan. “Salah satu cara yang kita lakukan untuk menutup kekurangan guru ini dengan memberdayakan guru honorer. Namun kita berharap moratorium CPNS segera dicabut,” harapnya
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Kadisdikpora) Palembang Ahmad Zulinto, kota Palembang kekurangan sebanyak 1.500 tenaga pengajar untuk guru SD dan SMK. ‘’Untuk SD dibutuhkan 1.200 guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) sedangkan SMK diperlukan 300 tenaga pengajar,’’ ujarnya, beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, yang ada saat ini kebanyakan guru honorer atau non PNS. Sedangkan yang benar-benar berstatus PNS sangat minim hingga kekurangan tenaga pengajar menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. “Sekarang memang kebanyakan dari tenaga pengajar berstatus honorer. Kebanyakan mereka (guru) bukan dari golongan PNS,” jelasnya.
Informasi dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Diklat Kota Palembang mengungkapkan, seiring dengan beralihnya pegawai negeri sipil (PNS) menjadi ASN pada tahun ini maka dari 551 PNS yang akan pensiun 40 persen diantaranya adalah guru.
Guru Membangun Desa
Guru yang hebat bukan hanya pandai dan memiliki pengetahuan yang luas, namun guru hebat adalah guru yang mampu memberi inspirasi kepada orang-orang di sekitarnya. Sosok guru yang menurut orang jawa singkatan dari digugu dan di tiru. Seorang guru adalah sosok panutan dan tiruan teladan yang baik bagi anak dan orang disekitarnya. Tidak heran status Guru sangat dihargai di kalangan masyarakat, sampai disebut pula dengan pahlawan tanpa tanda jasa.
Di pedesaan, seorang guru yang hidup dan tinggal dilingkungannya, biasanya adalah salah seorang tokoh penting, selain kepala desa, tokoh agama, dan jawara. Meski kesehariannya mengajar di sekolah yang sederhana, namun gelar kesarjanaannya atau ilmu yang dimilikinya mampu menjawab berbagai persoalan yang terjadi ditengah masyarakat. Tidak heran, jika sebutan “Pak guru” benar-benar melekat dan menjadi bagian strata sosial di kalangan masyarakat desa.
Secara kasat mata, ada perbedaan yang sangat mencolok antara guru-guru di wilayah perkotaan dengan guru-guru di pinggiran kota, apalagi dengan guru-guru yang berada di pelosok desa. Demikian pula ada kesenjangan yang tersirat antara guru-guru di sekolah negeri dengan guru-guru di sekolah swasta. Tidak pula bisa dipungkiri, kesenjangan signifikan juga terjadi antara sekolah-sekolah mewah dan mahal di perkotaan dengan sekolah-sekolah kumuh di pelosok desa.
Bangsa Indonesia sebenarnya memiliki cukup banyak sosok guru yang cerdas, pintar dan terampil. Akan tetapi, sebuah kesenjangan pemerataan kualitas pendidikan selalu menjadi momok bagi semua orang di negeri ini. Maka, untuk membenahi kondisi ini tentu saja merupakan sebuah tantangan berat dan menjadi tanggung jawab bersama. Bagaimanapun, semua pihak harus terlibat di dalamnya, tidak hanya saling menyalahkan antara pemerintah dengan rakyat jelata, antara guru dengan system pendidikan. Semuanya harus menghadirkan gerakan yang serempak dan sinergis.
Sosok guru yang berada di pedesaan sangat bertolak belakang dengan guru yang berada di perkotaan. Mereka mengajar seadanya dengan fasilitas sederhana, bahkan tidak sedikit sekolah yang tidak mempunyai fasilitas untuk menunjang kinerja guru dalam bekerja.
Berbeda guru di perkotaan yang cenderung hedonis. Dengan berlimpahnya fasilitas yang mereka dapat, sampai melupakan kode etiknya sebagai guru yang harus mempunyai sikap profesionalisme tinggi. Seharusnya, mereka menyadari tugas yang diembannya sebagai guru bukan hanya status profesionalisme di atas kertas sertifikasi, akan tetapi lebih dari itu, mereka harus bisa menjadi panutan dan penginspirasi murid-murid mereka.
Membangun Karakter Desa
Mari melupakan sedikit kesenjangan yang terjadi. Mungkin para guru desa akan ciut melihat kemewahan fasilitas guru perkotaan. Namun ketika kembali kedesanya, para wajah santun dan sederhana setiap saat menyapa, mengelukan, dan memuji.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyiapkan Peraturan Menteri (Permen) terkait Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Peraturan itu merupakan turunan dari Perpres Nomor 87 Tahun 2017. Dikutip dari kompas.com, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah tengah menyiapkan peraturan menteri terkait PPK.
“Pasti nanti ada Permen. Dalam minggu ini kami siapkan peraturan menteri yang merupakan turunan dari Perpres,” kata Muhadjir Effendy.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Presiden Jokowi berharap pendidikan karakter dapat berjalan optimal di sekolah-sekolah umum, pesantren, dan madrasah. Jokowi memastikan Perpres akan segera ditindaklanjuti dengan membuat petunjuk pelaksanaan dan teknis. Sehingga, peraturan itu dapat diterapkan di lapangan.
Penguatan Pendidikan Karakter mungkin dalam pemikiran kita, lebih pada pemahaman didalam lingkungan sekolah saja. Padahal, pendidikan karakter tersebut harus mampu teraplikasi dalam kehidupan secara luas. Para murid yang telah mendapatkan pendidikan karakter akan menjadi dewasa, pelajaran ideologi serta akhlak yang diterima akan teraplikasi dalam kehidupan nyata.
Demikian pula didesa, warga yang umumnya memiliki sifat santun, taat, gemar bergotong royong, menjunjung nilai-nilai norma dan akhlak merupakan karakter yang terbentuk dari generasi ke generasi. Mungkin warga desa terkejut dengan hancurnya moral warga kota akibat pergaulan sex bebas dan narkoba. Pembicaraan tentang sexual masih menjadi hal yang tabu, tetapi yang terpenting bagaimana mempertahankan karakter tersebut hingga tetap dipegang oleh generasi selanjutnya.
Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada seseorang yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Di indonesia pendidikan karakter merupakan fokus tujuan utama dalam rangka pembangunan karakter warga negara, melihat bahwa sekarang ini semakin menurunya etika, moral dan prilaku peserta didik.
Anggota Komite III DPD RI, yang membidangi masalah pendidikan dan kesejahteraan rakyat, Abdul Aziz menilai, bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang memiliki keperibadian yang baik, bangsa yang menjunjung tinggi nilai, norma dan etika serta menghargai budaya yang di miliki. Dengan menghargai nilai, norma dan budaya tersebut tentunya akan membangun keberadaban bangsa yang baik. Kearifan dari keanekaragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat inilah yang harus dipertahankan untuk menjadi bangsa yang berkarakter.
“Oleh karena itu, pendidikan karakter harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan tetapi untuk membangun keberadaban bangsa,” tegas Aziz.
Sedangkan untuk membentuk karakter bangsa itu sendiri adalah melalui pendidikan karakter. Aziz menjelaskan, melalui pendidikan karakter baik di sekolah, keluarga dan masyarakat adalah modal utama dalam membentuk karakter yang baik, menjadi modal utama dalam membentuk bangsa yang berkarakter.
Pendidikan karakter menjadi penting. Karena didalamnya terdapat banyak sekali nilai positif seperti nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif , cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Nilai semacam inilah yang sangat di butuhkan oleh anak-anak kita sebagai generasi penerus bangsa.
Untuk menjadikan anak-anak yang berkarakter serta bangsa yang berkarakter perlu adanya perbaikan dan evalusai terutama pada pendidikan formal yaitu sekolah. Memperbaiki sitem pendidikan serta mengorganisir setiap kebIjakan agar lebih baik lagi.Tidak kalah penting juga pendidikan keluarga dan masyarakat juga harus diperbaiki, kesemua ini saling berdampingan dan tidak dapat dipisahkan guna membentuk karakter yang baik bagi anak.
“Karena, pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, sehingga seseorang mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya,” jelas dia.
Jika semua pendidkan tersebut berjalan dengan baik. Maka secara jelas akan terbentuk karakter yang baik bagi anak. Jika karakter sudah terbentuk dengan baik sudah pasti ini menjadi awal untuk terbentuknya karakter bangsa yang baik yang sangat dibutuhkan di negara kita ini. Karena pada dasarnya pendidikan karakter itu untuk menuju bangsa yang berkarakter.
Mendorong Warga Lebih Cerdas
Ketika guru telah menjadi tauladan warga desa, sepatutnya guru membimbing dan mengajak masyarakat lebih cerdas dalam berbagai hal. Sang guru desa diharapkan mampu memberi inspirasi dan membuka fikiran masyarakat desa, untuk memanfaatkan sumber daya alam desanya agar dapat lebih sejahtera.
Pemerhati pendidikan Sumsel, Isma Sri Rahayu mengatakan, upaya untuk mencerdaskan masyarakat desa salah satunya lewat program desa vokasi. Yakni salah satu upaya menekan angka pengangguran dan tingkat urbanisasi dengan memberikan keterampilan masyarakat di suatu desa, dalam memanfaatkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dari sumber daya dan potensi suatu desa berbasis kearifan lokal.
“Melalui program ini diharapkan dapat membentuk kawasan desa yang menjadi sentra beragam vokasi, dan terbentuknya kelompok-kelompok usaha yang memanfaatkan potesi sumber daya dan kearifan lokal,”kata dia.
Isma menjelaskan, lewat desa vokasi warga masyarakat dapat belajar dan berlatih menguasai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja dan menciptakan lapangan kerja sesuai dengan sumber daya yang ada di di wilayahnya sehingga taraf hidup masyarakat semakin meningkat.
Meski bukan guru desa yang mengajar, setidaknya sang guru memberikan solusi atas persoalan-persoalan yang terjadi desa. Mendorong program desa vokasi bersama kepala desa, hingga mampu menghadirkan lembaga yang dapat memberi pengarahan dan pengajaran pada masyarakat desa agar lebih mampu memaksimalkan sumber dayanya.
Ketika program Kampung Literasi dan Desa Vokasi terwujud, maka pengembangan sumberdaya manusia dan lingkungan yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya dengan memanfaatkan potensi lokal juga akan merubah mainset masyarakat desa. Keberhasilan sang guru yang terlihat, saat kawasan desa telah menjadi sentra beragam vokasi, dan terbentuknya kelompok-kelompok usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya dan kearifan lokal.
Pemerintah hingga kini terus mengembangkan desa literasi dan desa vokasi secara nasional untuk memberantas buta huruf. Program Nawacita, atau Sembilan Prioritas program pembangunan pemerintah, pengembangan pendidikan keaksaraan ke depan harus dikembangkan untuk memperkuat kemandirian secara ekonomi. Untuk itu, dikembangkan program Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) dan Aksara Kewirausahaan sebagai kelanjutan dari Program Keaksaraan Dasar. Program lanjutan tersebut dimaksudkan untuk melestarikan kemampuan keaksaraan dasar sekaligus memberikan pendidikan kecakapan hidup, baik soft skill berupa sikap dan karakter, maupun hard skill dalam bentuk keterampilan atau vokasional kepada setiap warga belajar atau peserta program pendidikan keaksaraan.
Guru Cerdas Desa Sejahtera
Saat ini, pemerintah terus menggelontorkan dana desa tahun 2017 senilai Rp60 triliun yang dibagikan keseluruh desa se-Indonesia. Meski dana tersebut bersifat stimulan, dalam artian menstimulasi masyarakat untuk mengembangkan dana desa tersebut.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Boediarso Teguh Widodo mengatakan. jumlah desa yang masuk dalam kategori tertinggal dan sangat tertinggal masih banyak meskipun dana desa sudah ditingkatkan. Secara nasional, 60 persen desa termasuk desa tertinggal dan sangat tertinggal. Di Sumatera 75 persen tergolong desa tertinggal dan sangat tertinggal, sementara di Jawa 31 persen saja.
untuk di Sumsel, kata dia, dari 14 kabupaten kota jumlah desa tertinggal mencapai 1.999 desa. Dengan rincian, Lahat terdapat 301 desa tertinggal, OKU Timur 218 desa, Banyuasin 207 desa,OKI terddapat 196 desa, OKU Selatan 169 desa, Muba 150 desa, OI 149 desa, Muara Enim 145 desa, Empat Lawang 125 desa, Musi Rawas 120 desa, Muratara 59 desa, PALI, 43 desa, dan Prabumulih 11 desa.
“Sedangkan desa mandiri, baru terdapat sebanyak 18 desa dari 14 Kabupaten,” kata dia.
Dalam mengakselerasi perbaikan kesejahteraan masyarakat, pemerintah memperkuat pembangunan daerah dan desa dengan dana desa. Dengan tujuan meningkatkan pelayanan publik desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, dan memperkuat masyarakt desa sebagai subjek dari pembangunan.
Dana desa di Sumsel yang sudah tersalurkan pada bidang pembangunan tahun 2016, sebesar Rp848 triliun. Yang sudah terealisasi yakni, jalan desa sepanjang 2.905km, jembatan, 28.758 kilometer, unit lembung 4 unit, unit drainase dan irigasi 2.362 unit, MCK, 1433 unit, air bersih, 223 unit. Termasuk posyandu, 209 unit, polides, 70 uni, pasar desa 122 unit PAUD 594 unit.
Sedangkan dana desa yang tersalur bidang pemberdayaan masyarakat 2016 se-Indonesia, mencapai Rp3,1 trilun. Hal ini diperuntukkan, untuk kursus pelatihan kerajinan tangan, pelatihan wiraswsta untuk pemuda, e-marketing dan website industri rumah tangga, pelatihan kuliner, pelatihan pengolahan hasil pertanian, pemanfaatan limbah organik rumah tangga dan pelatihan business plan.
Tokoh masyarakat Empat Lawang, Joncik Muhammad menilai, selain keberdaan kepala desa dan aparat desa lainnya yang bertanggungjawab atas dana desa. Guru juga harus mampu mengawal, dan mendorong agar pembangunan desa lebih cepat terwujud. “Karena guru itu kaum intelektualnya desa, omongan dia didengarkan, dan guru harus memberikan solusi atas persoalan utama desa tersebut,” terang Joncik.
Dia menegaskan, selama ini dana desa sering kali hanya dimanfaatkan lewat pembangunan fisik saja, meski hal tersebut memang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, banyak hal penting yang hampir tidak terfikirkan oleh warga desa, yakni pembangunan fasilitas pendidikan dan usaha bersama masyarakat. “Banyak sekolah yang sudah hampir hancur. Disinilah guru mendorong agar dana desa itu juga dibangunkan fasilitas pendidikan,” tambah dia.
Saat semua masyarakat fokus membangun sarana, seharusnya guru memberikan solusi terbaik bagi warga dengan mengusulkan pembangunan koperasi desa, atau BUMDes. “Mungkin guru kurang memahami secara keilmuan pembentukan bidang usaha, tetapi secara teori guru memahami hal tersebut. Dan guru harus mampu mengawal progres pembentukan usaha desa, yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegas Joncik.
Asisten deputi pemberdayaan desa, deputi koordinasi pemberdayaan masyarakat desa dan kawasan, Kementrian koodinator bidan pembangunan manusia dan kebudayaan RI, Herbert Siagian mengatakan, meski tidak ada prioritas penggunaan dana desa, namun masyarakat bisa mengalokasikan program tersebut sesuai kebutuhan desa.
“Yang terpenting itu berdasarkan musyawarah desa, dan pelakunya adalah infrastruktur desa itu sendiri,” jelas dia.
Pada saat musyawarah desa itu, guru, kepala desa, tokoh masyarakat dan warga desa bisa saling berembuk untuk memperioritaskan pembangunan di desa mereka. Guru harus mampu berperan menciptakan desa yang lebih unggul, dinamis, berkarakter, bahkan sejahtera dan terdidik. (Uzer)