Tabloid-DESA – Pemerintah berupaya mewujudkan satu desa satu pendamping pada 2018. Saat ini baru ada 40 ribu pendamping dari 75 ribu desa di Tanah Air.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemdes PDTT) mengupayakan pendampingan di 75 ribu desa seluruh Indonesia. Pendampingan disesuaikan dengan konteks desa itu dalam kaitan dengan kekhasan, keunggulan komoditas, dan kondisi geografisnya.
“Kami tidak ingin terjebak dalam pendekatan kebijakan one size fits all, pendampingan desa harus disesuaikan dengan konteksnya masing-masing,” kata Sekretaris Jenderal Kemdes PDTT, Anwar Sanusi dalam lokakarya yang digelar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di Jakarta, Rabu (23/11).
Ia mencontohkan dengan desa-desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang banyak memanfaatkan kegiatan ekonomi di sektor peternakan dan perikanan, pendampingan yang tepat adalah dengan membangun pusat perekonomian berbasis sektor-sektor unggulannya.
Kemudian bagi daerah-daerah di Jawa yang kuat di pertaniannya, akan diciptakan pusat-pusat ekonomi perdesaan yang berbasis pertanian. “Demikian juga budaya, karena kami juga ingin ekonomi bertumbuh tidak hanya dari basis sumber daya alam tetapi juga kreativitas. Ini merupakan momentum menciptakan keunggulan masing-masing desa,” kata Anwar.
Dia memandang bahwa dengan menciptakan pendampingan desa yang tepat maka setiap desa akan memunculkan kekuatan dan keunggulannya masing-masing untuk kemudian menciptakan kombinasi yang saling menguatkan dengan desa-desa yang lain.
Salah satu upaya untuk menciptakan pendampingan desa yang tepat adalah dengan meningkatkan kapasitas dan wawasan para pendamping desa mengelola dana desa dan membantu masyarakat mengidentifikasi program yang sesuai dengan tujuan pengembangan aktivitas ekonomi.
Pemerintah sedang berupaya mewujudkan satu desa satu pendamping pada 2018. Saat ini baru mencapai 40 ribu pendamping dari keseluruhan 75 ribu desa. Untuk dana desa, pada 2015 pemerintah menyalurkan 20,7 triliun rupiah yang artinya setiap desa mendapatkan 320 juta rupiah.
Kemudian pada 2016, pemerintah memberikan dana 600-700 juta rupiah per desa, atau total 46 triliun rupiah. Dana desa pada 2017 diperkirakan meningkat mencapai 60 triliun rupiah, dan 120 triliun rupiah pada 2018 atau setara satu desa memperoleh 1,8 miliar rupiah.
Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Kemdes PDTT menargetkan paling sedikit mengentaskan 80 kabupaten tertinggal, atau 18 kabupaten tertinggal untuk setiap tahunnya, dari 122 kabupaten tertinggal sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015.
Sampai saat ini, secara keseluruhan sudah 17 kabupaten atau daerah lepas dari daerah tertinggal dan 50 kabupaten atau daerah lainnya berpotensi lepaskan dari ketertinggalan. Salah satu bentuk intervensi kebijakan yang dilakukan Kemdes PDTT untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah tertinggal adalah dengan mengembangkan produk unggulan mengingat perekonomian masyarakat merupakan salah satu indikator dalam penentuan daerah tertinggal.
Penampungan Air
Secara terpisah, Mendes PDTT, Eko Putro Sandjojo mengatakan pemerintah pusat menargetkan pada tahun 2017 setiap desa harus memiliki embung atau sarana penampungan air hujan bagi pengairan desa.
“Hal yang wajib pada tahun depan, desa harus buat embung dan BUMDes. Sisanya infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat,” kata Eko. Anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan embung di desa itu diperkirakan mencapai 300-500 juta rupiah.
Dengan anggaran tersebut, desa dianggap mampu membangun embung yang dapat memberikan banyak manfaat bagi kemajuan desa. Pemerintah pusat akan menyiapkan anggaran sebesar 20 triliun rupiah yang dialokasikan ke dalam Dana Desa.
“Tahun depan anggaran untuk desa itu sekitar 800-900 juta rupiah, belum lagi ditambah dana dari provinsi dan kabupaten, nilainya bisa mencapai miliar,” ucapnya. Untuk itu, Eko menilai pembangunan embung bukan menjadi persoalan yang sulit bagi desa dan diharapkan dapat dimanfaatkan bagi kemajuan ekonomi masyarakat desa. cit/Ant/E-3