Bangga Menjadi Tuan Rumah Asian Games 

oobor

Tabloid-DESA.com – Asian Games 2018 yang berlangsung di Jakarta-Palembang pada 18 Agustus hingga 2 September 2018, membawa kemeriahan antar bangsa. Para atlet dan tim nasional dari berbagai cabang olahraga, kini berjuang untuk memperoleh kebanggan dan prestasi sebagai bagian dari harga diri bangsa.

Kemeriahan pesta pora Asian Games, menjadi kebanggaan bangsa Indonesia secara luas dan kebanggaan masyarakat Sumatera selatan khususnya kota Palembang yang menjadi tempat pertandingan. Kota Tua yang menjadi pusat kebesaraan kerajaan Sriwijaya ini, telah menorehkan sejarah sebagai kota tua pelaksana ajang olahraga Internasional. Berbagai efek positif dirasakan warganya, mulai dari pembangunan fasilitas olahraga, infrastruktur, dan keseimbangan pembangunan seberang ilir dan seberang ulu.

Dari Belantara Rawa Jadi Metropolitan

Pagi itu, Kamis 2 Agustus 1990, hari sedikit mendung. Kawasan Jalan KH Wahid Hasyim 5 Ulu Darat sibuk. Angkot kertapati-pasar 16 ilir hilir mudik, mobil ketek berhenti sejenak di depan Lorong Pancasila (kini jadi Panca Usaha), memanggil para penumpang yang hendak ke terminal 7 ulu.  Gemericik suara gelang besi Beca, berbaur dengan keringat Mamang beca yang membawa setumpuk beras muatannya.

Angin sepoy menggoyang pohon manggis, yang berdiri tegak diatas kuburan bernisan batu, tidak jauh dari Lorong Musyawarah. Sudah ada bangunan baru yang kini jadi showroom mobil terkenal di Palembang. Bangunan itu banyak sekali kaca yang terdapat tanda silang berwarna putih.

Masuk Lorong Pancasila menggunakan sepeda gunung, terasa jalan yang mulus beraspal walaupun kadang roda sedikit terganjal lobang yang ditutupi batu seadanya. Suasana terasa sejuk, saat melihat sungai kecil mengalir deras membelah jembatan, menuju lapangan luas becek yang kiri-kanannya rimbun belukar. Lapangan sepak bola seadanya, yang kini berganti bangunan Rumah Sakit BARI Palembang.  Tepat di simpang jalan menuju SMP Negeri 44, jalan setapak yang becek dan berlumpur menghadang. Suasana kian asing, karena rimbun pepohonan rawa menutup Kawasan itu.

Berbelok melintasi SMP Negeri 44, rumah-rumah warga setempat menemani perjalanan. Sawah-sawah warga menghijau, dan jalan setapak yang tanahnya cukup keras memberi peluang untuk dilintasi roda sepeda. Tak sampai 500 meter kemuka, padang ilalang menjadi hiasan utama Kawasan Jakabaring. Sepanjang mata memandang, ilalang kuning dan tinggi menghiasi Jakabaring.

Bertemu lagi jalan raya bertanah keras dan berkerikil, lurus kearah jalan Ryacudu. Keringat mulai berhamburan, karena matahari pagi mulai menyorot tajam. Ramah kehidupan warga yang berada di beberapa pondok-pondok ditengah rawa, seakan tidak memperdulikan suara-suara alam liar rawa Jakabaring.  Nafas kehidupan kota yang bercampur polusi knalpot kendaraan, baru terasa ketika roda menapak jalan Ahmad Yani kelurahan 8 Ulu.

Sebagian warga seberang ulu, sangat kenal dengan Jakabaring. Pada masa itu, sebagian besar warga seberang ulu sedang tren bersepeda. Ada istilah Mustang, atau musim sepeda tahan ngutang. Pagi dan sore, warga hilir mudik bersepeda gunung.

Itulah sedikit gambaran Kawasan Jakabaring di tahun 90-an. Hampir tidak ada yang istimewa, dan hanya terdiri dari rawa dengan sedikit warga yang tinggal Bertani padi, tinggal di pondok-pondok sawah. Jakabaring sebenarnya masuk dalam kecamatan Seberang Ulu I Palembang. Berada di kelurahan 15 Ulu Darat, yang menjadi sebutan bagi daerah yang berada di dekat atau jauh dari sungai Musi.

Jakabaring Hanya Singkatan

Jakabaring sebenarnya kepanjangan dari nama suku-suku yang tinggal dan berdomisili di Kawasan tersebut. Menurut Budayawan Palembang, Taufik Wijaya, Nama Jakabaring adalah singkatan dari Jawa, Kabale, Batak, dan Komering (Jakabaring).

ketika nama itu pertama kali dicetuskan pada 1972, dianggap masih merupakan kawasan ‘terra incognita’ dalam ingatan kolektif warga kota. Kawasan yang nyaris masih kosong itu, masih berupa rawa-rawa yang tidak berpenghuni. Kawasan itu ditutupi pepohonan besar, yang juga digenangi air rawa sepanjang tahun. Ular dan buaya mudah ditemukan, jika sedikit saja masuk ke dalam belantara belukar rawa itu. Bahkan Rosihan Arsyad mendeskripsikan, bahwa kawasan Jakabaring merupakan tempat jin buang anak dan sarang kriminalitas.

Historisitas bermula dari beberapa orang yang menghuni tempat itu, terdiri atas suku Jawa, Kabale, Batak dan Komering. Kisah pemberian nama ini sukup unik. Bermula dari gagasan Tjik Umar, seorang anggota TNI AD yang bertugas di Kodam Sriwijaya yang termasuk penghuni awal dengan membangun rumah di dalam hutan belukar berawa-rawa. Umar pada tahun 1972 diangkat sebagai ketua RW oleh warga setempat, ketika pemukiman awal telah cukup berkembang, dan dia menemukan ‘sangat banyak pendatang dari daerah lain.

Namun, kawasan Jakabaring yang dianggap ‘belantara kosong dari manusia’ itu, sesungguhnya telah didiami oleh beberapa orang sejak dekade 1950an. Sebuah sumber dari karya Taufik Wijaya mengatakan, bahwa sejak tahun 1950an, telah ada “segelintir orang yang nekat masuk ke daerah itu”. Dengan bermodal parang, cangkul, serta selembar surat pancung alas, atau surat izin membuka lahan dari pemerintah, mereka selama sepuluh tahun menggarap kawasan yang masih dihuni ular dan buaya.

Daerah rawa yang angker dan rawan ini, sebagiannya (luasnya secara persis tidak diketahui) menjadi areal padi lebak, Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir, juga Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasain. Di tangan segelintir ‘petani yang nekat’ itu, areal persawahan lebak terbentuk di Jakabaring, yang tidak hanya menghasilkan padi namun beberapa areal terdapat lebung dengan banyak ikan rawa.

Dalam perkembangan berikutnya, jumlah ‘orang-orang nekat’ yang mendiami kawasan Jakabaring semakin bertambah. Itu terjadi terutama ketika pada tahun 1960 Jembatan Ampera mulai dibangun. Sebelum jembatan tersebut terbentang, Sungai Musi terlebih dahulu sudah harus “dibersihkan” dari perumahan-perumahan yang kumuh. Sejalan dengan pembangunan jembatan, rumah-rumah kumuh di sekitarnya mulai dibersihkan pemerintah kota Palembang, dan pedagang-pedagang mulai direlokasi ke tempat lain pada 30 Juni sampai 2 Juli 1961. Sangat mungkin, di antara para pemukim yang terkena penggurusantersebut lalu memilih pindah ke kawasan Jakabaring yang masih merupakan kawasan terbuka untuk siapa saja yang ingin bermukim dan mengolah lahannya yang luas.

Kedatangan pemukim ke kawasan Jakabaring terus berlanjut ketika pada tahun 1972 itu, pemerintah kota Palembang kembali sibuk mengerjakan proyek pengembangan kawasan Jembatan Ampera. Proyek itu bertujuan untuk pengembangan lebih lanjut dari jembatan terpenting yang menjadi icon utama kota itu. Namun, proyek itu berimplikasi langsung terhadap pemukiman warga di kawasan 7 dan 8 Ulu yang merupakan bagian dari kawasan pengembangan. Permukiman di kawasan tersebut (yang kebanyakan di antara ilegal) pada akhirnya harus digusur. Korban penggusuran lalu memilih menyingkir ke kawasan rawa-rawa (yang ketika itu belum bernama Jakabaring) yang memang hanya berjarak 1,5-2 km dari Jembatan Ampera.

Sebenarnya, geliat Jakabaring mulai terasa ketika pemerintah Sumatera Selatan, lewat Gubernur Ramli Hasan Basri (1988-1998) bersama Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut, putri sulung Soeharto, menginginkan Jakabaring menjadi sebuah pusat perkotaan dan perkantoran. Dalam impian Ramli, kawasan hutan-rawa itu hendak disulap menjadi kawasan pusat perkantoran dan pusat niaga sebagaimana yang terletak di kawasan Seberang Ilir. Untuk mewujudkan proyek besar tersebut, pemerintah daerah itu mulai mereklamasi kawasan Jakabaring. Proyek itu didukung oleh para pengusaha, termasuk pengusaha dari Palembang.

Sampai tahun 1991, semua lahan di Jakabaring telah diambil-alih pemerintah. Sampai titik ini, Jakabaring mulai menampakkan tanda-tanda akan menggeliat. Apalagi, Rosihan Arsyad, Gubernur Sumatera Selatan pada periode 1998-2003 berhasil meyakinkan Jakarta untuk menggelar Pekan Olahraga Nasional XVI-2004.

Pada masa Arsyad berkuasa, di Jakabaring dimulai pembangunan sejumlah gelanggang olahraga. Syahrial Oesman, yang memimpin daerah itu pada tahun 2004-2009 menggantikan Arsyad, lalu melanjutkan membangun Jakabaring. Sejumlah fasilitas yang sempat dibangun Rosihan Arsyad,di tanah Oesman semuanya dibenahi, bahkan Syahrial Oesman juga membangun lebih banyak sarana yang baru. Hanya dalam waktu kurang dari lima tahun, dua pusat perbelanjaan yang dilengkapi kafe dan restoran, satu stasiun pengisian bahan bakar umum, dan deretan perumahan berdiri dalam radius satu kilometer saja.

Revolusi Pembangunan Seberang Ulu

Pemerintah secara sengaja telah melakukan pembangunan besar-besaran di seberang ulu. Berbagai fasilitas dan jalan yang mulus, kini di nikmati Bersama. Warga seberang ulu yang dulu terasa dipinggirkan, kini merasakan jalan mulus beraspal, jembatan flyover, cantiknya bangunan pemerintah dan swasta di Jakabaring. Kantor polisi Polres Palembang yang menjaga, bahkan stasiun LRT yang dimulai dari Jakabaring.

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang Dr Yenrizal Tarmizi mengungkapkan,  Asian Games telah menjadi pemicu revolusi pembangunan besar-besaran Jakabaring dan sekitarnya. Meski hal tersebut, sebenarnya telah melalui tahapan-tahapan yang secara signifikan merubah Kawasan pembangunan di kota Palembang.

“Ini adalah revolusi pembangunan besar-besaran di Kawasan seberang ulu Palembang. Dan Asian Games adalah pemicunya,” tegas Yenrizal.

Dia menjelaskan, di percayanya Jakabaring menjadi tempat berlangsungnya Asian Games karena adanya berbagai tahap pembangunan yang di mulai zaman Ramli Hasan Basri sebagai Gubernur. PON ke-16 yang sukses dilaksanakan tahun 2004, juga menjadi pemicu pembangunan besar-besaran di seberang ulu.

“Kita tidak bisa mengingkari hal tersebut, dan kondisi inilah yang terjadi,” jelas Yenrizal.

Memahami seberang ulu sebagai Kawasan maju dan berkembang, berarti harus memahami sejarah “terbelakangnya” seberang ulu di masa lalu. Protes-protes masyarakat atas ketidakberimbangan pembangunan dibawah tahun 2010, telah memunculkan ancaman dari berbagai tokoh saat itu.

Sebut saja, Tarekh Rasyid. Dosen Muba yang menjadi pelaku sejarah reformasi 1998 ini, juga sempat menghebohkan politik Palembang dengan isu pemisahan Palembang Ulu dan Palembang Ilir. Bahkan, sempat juga muncul isu, Negara Sumsel Merdeka, atau Palembang Merdeka.

Dalam catatan jurnalis, Kawasan seberang ulu sangat tertinggal. Dua Kawasan yakni Plaju dan Kertapati, seakan menjadi dua wilayah yang sangat ekstrem untuk di lalui bahkan di kunjungi. Kawasan Plaju, terlihat sangat elegan, karena menjadi daerah yang identik dengan Pertamina. Padahal, tidak semua warganya adalah karyawan pertamina.

Namun, di arah Kertapati, mulai dari kelurahan 8 Ulu sampai Kertapati yang berbatasan dengan Kabupaten Ogan Ilir, Kawasan sangat “seram” penuh kriminalitas. Keangkeran Kertapati kian menjadi-jadi, karena daerah lintas ini, hampir tidak dilakukan pembangunan. Ditambah seramnya Jakabaring yang memang penuh rawa, dan menjadi Kawasan jin buang anak.

Namun dunia seakan-akan berbalik. Kini, seberang ulu begitu mewah. Venue-venue menjadi saksi ajang perlombaan Asian Games yang besar dan mewah. Fasilitas pembangunan terus berdiri, ruko-ruko menjadi penghias Kawasan seberang ulu, yang hampir semuanya berubah menjadi pertokoan dan industry.

Gadang H. Hartawan dari OKI Pulp and Papers mengungkapkan, pihaknya memiliki komitmen agar Asian Games berjalan sukses dan lancar.

“Sudah banyak yang kita lakukan menjelang Asian Games diantaranya membangun infrastruktur dan mengatasi Karhutla. Sehingga Asian Games sukses. Apalagi even Asian Games ini even langka yang berlangsung selama empat tahun sekali,” terangnya.

Gadang menjelaskan, Asian Games adalah tolak ukur untuk menggelar even lebih besar lainnya seperti ajang olahraga Olimpiade dan media massa menjadi lini terdepan dalam memberikan informasi kepada publik.

Mari Menjaga Harga Diri Bangsa

Keamanan adalah faktor utama terselenggaranya Asian Games dengan maksimal. Sebab, tanpa keamanan yang maksimal, nilai kepercayaan public juga akan berkurang. Wajar saja, kalua Gubernur Sumsel Alex Noerdin, selalu mengungkapkan pentingnya keamanan dalam berbagai hal termasuk memelihara keamanan demi iklim investasi.

Menurut Gubernur Sumsel Alex Noerdin, modal utama Provinsi Sumsel menjadi daerah tujuan investasi adalah Sumsel Zero Konflik, karena belum pernah terjadi kerusuhan antar etnis dan kerusuhan antar umat beragama di Sumsel.

“Buktinya Sumsel zero konflik dapat dilihat dalam beberapa hari kedepan Palembang akan menjadi tuan rumah Asian Games XVIII tahun 2018. Tidak pernah ada daerah konflik yang bisa menjadi tuan rumah Asian Games,” ungkapnya, saat membuka kegiatan South Sumatera Investment Forum (SSIF) 2018 yang diselenggarakan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumsel di Grand Ballroom Hotel The Zuri Palembang, Rabu (15/8).

Menurut Alex, kondusifitas menjadi syarat utama untuk menarik minat investor berinvestasi di Sumsel. Selain itu, Sumsel memiliki fasilitas seperti Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api.

“Bahkan Pemerintah Provinsi Sumsel memberikan kemudahan dalam hal perizinaan berinvestasi di kawasan tersebut,” ujar Alex.

Selain keamanan, asap menjadi salah satu hal yang paling di repotkan pemerintah. Dibalik kemegahan venue, mall, jembatan LRT, dan pembangunan Musi IV dan Musi VI. Terdapat ancaman yang serius yakni kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla. Provinsi Sumatera Selatan hampir setiap tahun menjadi penyumbang asap kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera. Selain Jambi, dan Riau.

Pemerintah Sumsel, telah menetapkan status Siaga Merah, yang berlaku sejak 25 Juli hingga 5 Agustus 2018. Hal ini dilakukan guna meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Kepala Satuan Tugas Karhutla Sumsel, Kolonel Inf Imam Budiman mengatakan, upaya tersebut untuk memastikan ajang Asian Games bebas dari bencana kabut asap, mengingat bulan Agustus diperkirakan puncak musim kemarau.

“Kami akan membuka posko Karhutla selama 24 jam mulai 18 Juli 2018. Jadi semua sumber daya, sarana, dan prasarana akan dimaksimalkan di periode ini. Rencananya kami akan menyiapkan 60 tim yang terdiri dari personel gabungan untuk melakukan operasi darat dan operasi udara,” kata Iman beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan,  tim personel TNI-AD, Manggala Agni dan BNPB akan berpatroli rutin mengelilingi desa-desa yang dianggap rawan selama masa penetapan siaga merah.  Sejauh ini, Satgas Karhutla telah memetakan sebanyak 56 desa yang tersebar di lima kecamatan yakni Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Musi Rawas sebagai kawasan yang rawan terbakar.

Puluhan desa tersebut harus dipastikan tidak mengalami Karhutla, karena jika terbakar asapnya diperkirakan akan sampai ke Kota Palembang. Tentu hal tersebut akan merepotkan Asian Games yang berlangsung.

“Nanti tim akan berputar mengelilingi lokasi yang ditentukan, semisal hingga luas wilayah dua kecamatan. Setidaknya area yang dicover mencapai 200 km. Mereka ini akan melakukan sosialisasi ke masyarakat, mengikuti kegiatan masyarakat, hingga benar-benar tidur di hutan sehingga tahu persis,” ujar Imam.

“Dari luas yang terbakar tersebut saya melihat langsung api sudah padam, serta hingga sore ini ada satu helikopter yang terus memantau dari udara serta melakukan water bombing. Untuk data yang saya terima khusus hari ini ada 26 titik hotspot, tetapi semua titik tersebut sudah berhasil dipadamkan,” jelasnya.

Menurut dia, berdasarkan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau mulai melanda wilayah Sumsel dan dikhawatirkan akan terjadi kebakaran lahan di wilayah-wilayah yang rawan seperti di Kabupaten OI, OKI, Muba, Musirawas, PALI dan Kabupaten Banyuasin.

Dia menambahkan, setelah melihat kondisi awan di Sumsel khususnya wilayah yang saat ini muncul titik hotspot sangat memungkinkan melakukan penerapan teknologi modifikasi cuaca.

“Teknologi modifikasi cuaca untuk membuat hujan buatan dengan adanya hujan buatan maka lahan yang ada akan tergenang air, serta menurunkan temperatur disekitar. Dan tahapan penerapan teknologi modifikasi cuaca di wilayah Sumsel, akan segera dilakukan. Paling Senin (22/7/2018) besok sudah mengudara,” kata dia.

Upaya maksimal untuk memadamkan berbagai titik api tersebut, lanjut Williem, yakni dengan melakukan patroli udara secara kontinyu, terutama di pagi hari untuk sesegera mungkin memadamkan titik api yang timbul.

“Saya minta kepada petugas untuk memaksimalkan patroli udara, terutama pagi hari untuk menentukan terletak pemadaman dengan menggunakan jalur darat,” katanya.

Dia juga menghimbau, agar para petugas setiap saat berkoordinasi antar satuan pemadam jika ditemukan titik api walaupun kecil.

“Komunikasi sangat penting agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan seperti tahun sebelumnya petugas ada yang menjadi korban, oleh karena itu komunikasi lewat grup sangat baik. Dan hal itu harus dilakukan sesuai prosedur, apabila sudah lengkap nanti akan saya wujudkan terkait kendala yang ada di lapangan tersebut,” jelas dia.

Bahkan, tidak tanggung-tanggung, agar kebakaran hutan dan lahan tidak meluas Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia akan menyiagakan sebanyak 10 unit Helikopter untuk mencegah bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Sumatera Selatan yang akan menimbulkan bencana kabut asap.

“Pemerintah pusat menyiagakan helikopter tetapi, provinsi sekitar Sumsel juga mensiagakan helicopter. Seperti provinsi, Riau itu 6 helikopter, Jambi 2 helikopter. Hal ini merupakan perintah langsung dari bapak presiden agar bencana asap tidak melanda pada saat perhelatan Asian Games,” jelasnya.

Dia menegaskan, helikopter tersebut bertujuan untuk mengatasi secara cepat apabila ada kebakaran ada pencegahan awal, selain melakukan pemadaman melalui jalur udara.

“Jadi untuk mencegah bencana asap tersebut dengan adanya helikopter bisa diperketat patroli, melaksanakan pemadaman dini, pada saat api tersebut masih kecil segera di padamkan, serta  meyakinkan bahwa lahan yang sudah terbakar tersebut dipastikan padam,” ujarnya.

Ia menambahkan, dari 10 helikopter yang akan disiagakan di wilayah Sumsel semuanya milik Indonesia dan belum ada bantuan dari negara tetangga.

“Untuk saat ini sudah ada empat helikopter yang disiagakan, dan satu helikopter dari perusahaan Sinarmas, semua helikopter tersebut sudah beroperasi untuk memadamkan api di wilayah OKI dan sekitarnya,” pungkasnya.

Sampah Perlu Dapat Perhatian Serius

Ppengelolaan sampah di kota Palembang, dinilai masih perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Meski pelaksanaan Asian Games tinggal hitungan hari, namun pemerintah harus memaksimalkannya agar tidak menimbulkan permasalahan lebih jauh.

Hal itu terungkap dalam diskusi dan pelatihan jurnalistik “Meliput Asian games apa hanya tentang Mendali emas?”, yang berlangsung di Rumah Sriksetra Plaju Palembang. Acara yang digelar oleh Forum Jurnalis Musi Mengalir dan Sinarmas, OKI Pulp and Paper , selasa (14/8/2018).

Gadang H. Hartawan dari OKI Pulp and Paper mengatakan, persoalan pengelolaan sampah memang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, terlebih lagi Asian Games yang akan di gelar beberapa hari kedepan.

“Harus diambil langkah cepat, agar tidak memberikan dampak negatif bagi pelaksanaan Asian Games,” kata Hartawan.

Pakar komunikasi lingkungan dari UIN Raden Fatah Palembang, DR. Yen Rizal. Dia menilai, persoalan lingkungan sangat penting di perhatikan. Bukan hanya persoalan mencegah kebakaran hutan dan menjaga Sumsel bebas dari asap kebakaran hutan. Termasuk pengelolaan sampah juga perlu mendapat perhatian serius.

“Jika sampah tidak dikelola dengan baik, efeknya akan memberi kesan buruk bagi Palembang dan Indonesia secara umum. Kita tidak ingin image negative terjadi lantaran salah perhitungan,” ucap dia.

Selain itu, jelas Yenrizal,  Asian Games yang berlangsung di Palembang menjadi suatu kebanggaan bangsa Indonesia, khususnya warga kota Palembang. Pelaksanaan Asian Games mungkin hanya akan berlangsung sekali seumur hidup tersebut, merupakan kesempatan bagi para jurnalis memanfaatkannya dengan maksimal. Dengan memberikan berbagai informasi secara luas, mengenai keberadaan Sumsel dan Palembang khususnya.

“Mereka yang datang ke Palembang ini, pasti akan mencari sesuatu yang khas yang tidak ada di tempat lain. Jurnalis harus mampu menterjemahkan hal ini dalam informasi yang bermanfaat, hingga bisa menjadi nilai tambah bagi bangsa dan Sumsel sendiri,” tegas Yenrizal.

Menurut dia, Sumsel selain menjadi tuan rumah pelaksanaan Asian Games, kebesaran kerajaan Sriwijaya dapat menjadi daya Tarik para turis untuk menelusurinya. Dan para turis akan bertanya lokasi dan tempat bersejarah tersebut, untuk dikunjungi sebagai bukti dari kedatangannya ke Provinsi Sumatera Selatan.

“Jurnalis juga bisa menginformasikan berbagai tempat wisata, produk-produk asli dari Sumsel yang memberi daya Tarik bagi mereka,” kata dia.

Wartawan senior Palembang, Maspril Aries menambahkan, sebenarnya media massa sudah jauh hari menyikapi hal tersebut. Namun, sepertinya pemerintah sangat sibuk mengurus dan mengatasi kebakaran hutan.

“Ini konsekuensi serius. Tapi jika tidak dilakukan upaya cepat, maka sampah juga bisa menjadi persoalan yang serius. Mungkin selama pelaksanaan Asian Games Sumsel bebas asap, bagaimana jika hujan? Genangan air dimana-mana karena kurang perhatian dalam pengelolaan sampah,” pungkas dia. (Uzer)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *