Tabloid-DESA.com – Demi Allah, saat ini semua masyarakat merasakan nikmatnya hidup dialam yang subur, masyarakat yang makmur, meski keluhan kekurangan terus terjadi. Alam pedesaan kita yang subur, dan setiap mentari terbit kokok ayam jantan menyambut hari di iringi suara azan subuh di surau dan mesjid yang silih berganti.
Nikmatnya alam kita, ditengah kayanya sumber air baik dari sumur, mata air, sungai-sungai yang mengalir bersih. Udara yang sejuk dan bersih,suara alam yang berdesir membawa kedamaian pun memberi nikmat saat umat tunduk dan bersujud, sebelum memulai aktifitas paginya.
Mungkin masih sedikit dari kita warga desa yang mengetahui dan menggunakan tekhnologi modern yang syarat dengan sumber daya dan energi yang dibutuhkan. Sebagian kita warga desa hanya mendengar berbagai penemuan canggih, yang dapat memberi efek signifikan bagi tumbuh kembang perekonomian.
Ketika tanaman industri berhektar-hektar memenuhi kebun sawit, tebu, karet, dan pohon akasia yang secara sengaja mengubah suasana pedesaan menjadi pematang yang luas, hijau tapi kering. Suasana panas matahari kian membakar kulit-kulit warga desa meski AC yang diperoleh dari penjualan sepetak lahannya cukup menyejukkan suasana.
Hujan pun turun seakan tak terhingga, sungai meluap. Rumah-rumah permanen terendam, yang selamat rumah panggung yang berusia ratusan tahun. Siapa yang harus disalahkan? Tidak ada. Karena musim dengan curah hujan tinggi memang setiap tahun berlangsung. Curah hujan yang tinggi setiap tahun akan menenggelamkan kawasan tersebut, makanya nenek moyang membangun rumah panggung. Bahkan perahu-perahu kecil selalu tersedia dibawah rumah.
Tiba-tiba kebakaran hutan melanda, menghanguskan ribuan hektar tanaman industri, ribuan hektar hutan lindung. Tanah kemudian menjadi kering, wajah bumi menjadi kusam. Kerugian miliaran rupiah lebih, membuat wajah-wajah investor tersungut-sungut. Siapa lagi yang mau disalahkan? Tidak ada.
Ekspansi hutan dan gambut yang gila-gilaan, kemudian merubah fungsinya sebagai resapan air menjadi perkebunan industri memberi keuntungan yang signifikan. Namun, air yang dahulunya berlimpah kini tercemar. Seperti di Ibu kota Jakarta, kini masyarakatnya tidak bisa lagi menggunakan air sumur sebagai air minumnya. Karena semua air menjadi asin, yang telah bercampur air laut. Kenikmatan berkurang. Udara yang panas membakar, patutkah yang disalahkan matahari? Tidak juga. Yang salah kita sendiri, karena mengubah fungsi alam dengan semena-mena.
Sebuah game PS4 berjudul Mad Max. Cukup jelas menggambarkan sebuah neraka dimasa depan. Peradaban yang hancur ditengah kekeringan alam. Tanpa sungai, tanpa laut, dan tanpa samudera. Air tiba-tiba lebih berharga dari emas dan persenjataan. Sumber air didapat dari pengembunan, dan sekedar membasahi tenggorokan.
Mungkinkah dimasa depan air menjadi industri yang harganya sangat-sangat mahal? Mungkin juga. Dan ternyata, di eropa seperti di Kanada dan daerah lainnya, air harganya sangat mahal. Penampungan-penampungan yang besar ternyata bukan berisi minyak, tetapi air.
Menurut dugaan, israel “membunuh” rakyat palestina secara pelan-pelan karena mereka menguasai airnya. Perhatikan saja bagaimana hijaunya wilayah Israel dan gersangnya pemukiman palestina.
Air yang gratis dari Tuhan, berubah menjadi petaka dan bencana. Air jangan-jangan akan menjadi industri yang sangat menjanjikan di masa depan. Air sumber kehidupan akan semakin langka, dan semakin mahal harganya. (*)